Dampak Orang Tua yang Selalu Merasa Benar

Mentoring teori kepenulisan, Asistensi Sinopsis lengkap, Edit Naskah, dan Mentoring Menulis Privat 2024-2025

Untuk info langsung WHATSAPP 0812-12-707-424 atau klik DI SINI

Dapatkan Informasi Postingan Terbaru Follow Tips Menulis Novel Gratis on WordPress.com

Pernah melihat ada orang dewasa saat nyetir tidak sengaja menabrak seseorang, lalu bukannya minta maaf, malah ngegas duluan?

Atau pernahkah melihat orang tua tanpa sengaja menjatuhkan barang di supermarket, lalu yang disalahin anaknya karena “ribut” di belakangnya?

Atau pernah lihat ada penulis yang dikasih kritik malah defensif dan malah playing victim?

Adik Shirei punya pengalaman pahit duluuu sekali.

Saat itu, dia masih kelas 3 SD dan mengoreksi gurunya karena salah menjumlah (Harusnya dijumlah ternyata dikurang). Adik langsung dijewer dan dikatakan tidak tahu sopan santun karena sudah berani mengoreksi guru mentang-mentang pintar. Padahal, adik benar. Hanya mungkin karena gengsi disalahkan di depan banyak orang, membuat gurunya marah besar.

Akibatnya selama satu tahun, adik mogok sekolah. Setiap pukul enam pagi selalu mengaku pusing, sakit kepala, pokoknya histeris ga mau sekolah. Kebayang Shirei yang masih SMP kelas 1 harus membujuk dan menariknya untuk mau berangkat. Namun, nihil.

Bayangkan hanya karena seorang guru yang sudah dewasa tidak mau mengakui kesalahannya, imbasnya sampai ke murid yang nggak mau sekolah satu tahun full! Alhamdulillah, Masya Allah dia tetap juara satu meski cuma masuk saat ujian.

Begitulah, banyak orang dewasa yang kerap kali menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri. Merasa bahwa kesalahan adalah sebuah aib. Akibatnya, sebelum disalahkan, mending ngegas duluan.

Kok bisa sih begitu?

Shirei pernah baca hal itu disebabkan oleh didikan saat kecil di mana orang tua mereka tidak pernah mau meminta maaf jika salah.

Aturan keluarga :

1. Orang Tua selalu benar.
2. Jika orang tua salah, lihat poin pertama.

Dampak Orang Tua yang Selalu Merasa Benar

Dengan terus-menerus disalahkan, maka anak akan cenderung tumbuh sebagai orang yang menganggap kesalahan adalah suatu AIB yang TIDAK BOLEH TERJADI.

BACA JUGA :  Aliran Rasa Menulis Shireishou 2023

APA PUN CARANYA, harus dihindari! Termasuk melimpahkan kesalahan pada orang lain.

Dari mulai belajar berbohong agar kesalahan nggak ketahuan, mulai memfitnah saudara atau temannya atas kesalahannya, hingga akhirnya terbiasa menyalahkan orang lain bahkan membentak yang tidak bersalah. Sedih, kan?

20190916 144928 0001
Dampak Orang Tua yang Selalu Merasa Benar

Padahal, kita bukan Tuhan yang sempurna tanpa cela. Kita cuma manusia biasa yang punya segunung kesalahan bahkan termasuk pada anak-anak kita.

Kesalahan BISA TERJADI pada siapa pun! Termasuk kita.

Mungkin kita adalah orang tua yang lebih banyak makan asam garam. Namun, di sisi lain, kita juga manusia yang nggak luput dari kesalahan.

Karena itu, hapus gengsi!

Siapa pun kita, MINTA MAAFLAH JIKA MEMANG SALAH, khususnya pada anak-anak kita. Agar mereka bisa belajar bahwa SALAH ITU WAJAR.

BUKANLAH AIB untuk mengakui kesalahan lalu belajar untuk tidak mengulanginya.

Selain itu, anak juga akan tumbuh sebagai sosok yang tidak takut mencoba. Karena mereka akan merasa kesalahan bukan sesuatu yang menyebabkan dunia kiamat. Mereka hanya harus berusaha lebih baik lagi dan belajar dari kesalahan yang diperbuat.

Karena, Dampak Orang Tua yang Selalu Merasa Benar itu banyak sekali jeleknya.

Nah, Shirei mau sharing sedikit tentang cara meminta maaf pada anak agar Dampak Orang Tua yang Selalu Merasa Benar tidak lagi ada.

1. Akui Dulu Kita Salah.

BACA JUGA :  Cara Membuat Akhir / Ending Novel yang Baik

Akui dulu bahwa kita telah salah membentak anak kita meski mereka tidak bersalah. Tidak apa sesekali kita lepas kendali. Stres kerjaan, hormon, lelah, akhirnya bikin kita ingin meledak.

Namun, yang tidak boleh adalah mengamuk ke anak-anak kita. Betapa pun lelahnya kita, mereka tidak layak dijadikan samsak pelampiasan amarah.

2. Datangi Anak dengan Tenang

Kasih diri ini waktu untuk menenangkan diri. Jangan sampai kita belum tenang, lalu masuk menemui anak, lalu anak masih marah, kita kesulut lagi. Walah!

Atur napas, istighfar, relaksasi, dan tenangkan diri. Kalau sudah, baru temui anak.

3. Minta Maaf Atas Perbuatan dan Jelaskan Alasannya

Jelaskan kita meminta maaf atas apa. Misal “Mama minta maaf udah teriak ke Kakak. Mama banyak pikiran. Seharusnya Mama nggak marah-marah.”

Jangan ditambahin pembenaran atas tindakan marah-marahnya. Misal, “Soalnya kamu nakal! Disuruh tidur siang nggak mau.”

Yha sama aja ini mah nyari-nyari kesalahan.

4. Tegaskan Kalau Kita Marah Bukan Karena Perbuatan Mereka.

Biarkan mereka mengekspresikan kekecewaan atas sikap kita tadi. Dengarkan baik-baik, lalu tegaskan bahwa tadi kita marah bukan karena mereka bersikap buruk. Melainkan kita yang tidak bisa menjaga amarah. Dengan begitu, anak akan merasa tetap dicintai.

5. Jelaskan Rencana Kita Menghindari Kejadian Tadi Terulang Kembali.

Setelah meminta maaf, jelaskan rencana kita agar kita tidak mengulanginya lagi. Misal, saat sangat stres, kita minta izin untuk menenangkan diri di kamar. Mohon agar kita tidak diganggu sementara.

Kita juga berjanji untuk tidak langsung marah jika sedang stres dan lebih baik tidur atau beristirahat.

BACA JUGA :  Resume Gelanggang Inspirasi Leader Balai Kampung Komunitas Ibu Profesional

6. Tanyakan Apa Mereka Mau Memaafkan

“Apa Kakak mau maafin Mama?” Biasanya 99% mereka akan bilang YA! Karena anak-anak itu sangat pemaaf.

7. Rekonsiliasi

Berpelukan, mengucap kembali permjntaan maaf dan berjanji tidak akan mengulang, akan membuat anak sadar, bahwa mereka dicintai. Bahwa berbuat kesalahan itu wajar selama mau memperbaiki diri.

———–

Kesimpulannya :

1. Tidak perlu takut menjadi orang tua yang TIDAK SEMPURNA.

Karena ketidaksempurnaan orang tuanya justru membuat anak belajar untuk tidak takut salah, tidak takut meminta maaf, dan tidak takut berusaha memperbaiki diri.

2. Anak Tidak Akan Merendahkan Kita Hanya Karena Kita Meminta Maaf

Mereka tahu siapa yang lebih berkuasa, kok. Justru mereka akan semakin respect saat tahu bahwa ada orang yang lebih berkuasa, tapi mau mengakui kesalahannya.

3. Sikap Berani Meminta Maaf Mengajarkan Anak untuk Bertanggung Jawab.

Dengan menyadari kesalahan dan meminta maaf, akan membuat anak leboh bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Mereka adalah peniru yang sempurna. Mereka akan belajar untuk juga bertanggung jawab atas kesalahan mereka sendiri dan berjuang memperbaikinya seperti yang kita lakukan.

💜💜💜💜

Demikianlah sedikit sharing tentang Dampak Orang Tua yang Selalu Merasa Benar

Semoga bisa memetik hikmahnya.

 

Ditulis untuk OWOW Kami Kepenulisan-IIP DEPOK

29 thoughts on “Dampak Orang Tua yang Selalu Merasa Benar”

  1. MasyaAllah, sedih dengan kejadian adik Shirei, adik hebat. Kritis. Semoga kelak menjadi anak yang berguna bagi orang banyak ya. Paling suka poin 4 dan 7 benar-benar terharu saat memberi pemahaman kita mencintai anak-anak dan saling berpelukan….

    Reply
  2. Terimakasih, Mbak, ulasannya menarik. Saya sebagai guru, insyaallah selalu meminta maaf apabila ada kesalahan. Mau secara personal, satu per satu, atau pas menerangkan ke anak-anak alias banyak orang.

    Sebagai orangtua dari anakku di rumah, sama halnya. Apalagi saat ini dia lagi dalam masa-masanya ‘gemesin’ banget. Apa saja dikomentari. Alhamdulillah, maaf, maaf, dan dia ngerti. PR saya adalah mengajari anak bilang maaf. Saat dia tahu salah, belum bisa bilang maaf. Dia langsung berhambur ke pelukan saya.

    Reply
    • Aih so sweet sekaliii. Ahahah anak2 zaman now kritis2 ya? Aku jg banyak salah dan sering minta maaf juga. Terutama buat si Kakak 7thn yg suka menegasikan semua yg kuomongin. Sabaaaat ahahaha

      Reply
  3. Betul sekali mb, tidak gengsi untuk mengakui kesalahan. Sama halnya dengan kurangnya ilmu. Terkadang anak saya bertanya kepada saya, tapi saya yang memang belum tahu benar jawabannya, jadi ya bilang ke anak saya ” coba, nanti bunda belajar dulu ya, Nduk” ( buka google akhirnya)🤭. Salam kenal mb

    Reply
    • Wah ini dia…. keren banget. tp kita seneng ya skrg, apa2 bisa googling. Dl emak2 kita apa kabar kalau kita nanya trus ga bisa jawab? hehehhe

      Reply
  4. Betul mbak, sering banget ketemu anak-anak kaya gini. Ternyata pas saya cari tau ya orangtuanya sama kaya gitu juga. So sad. Terima kasih sudah diingatkan mbak.

    Reply
  5. Tipsnya menarik. Memang sih suka gengsi mengakui kesalahan di depan orang lain. Tapi harus dipelajari dan diterapkan biar bisa menjadi orang tua yang lebihbaik.

    Reply
  6. Beberapa orang tua ada yg menerapkan pola asuh otoritatif. Orang tua seperti yang biasanya sulit untuk mengakui kesalahan. Padahal tanpa disadari hal ini berdampak panjang pada anak. Bukan hanya anak meniru orang tuanya, tetapi kebanyakan anak dengan orang tua demikian justru mati sikap kritisnya dan takut mencoba hal baru krn takut salah. Heu… Heu… Sedih ya mbak…. 🙁 kadang-kadang suka berkaca, jangan2 saya termasuk orang tua yg gengsi mengakui kesalahan di depan anak.

    Reply
    • betuul. Shirei jg termasuk org yg tumbuh menjadi org yg takut salah. Malah jadinya ga maju2

      Reply
  7. Betul sekali ulasannya. Aku juga kadang gengsi kok, hehehe. TApi sekarang sudah beajar minta maaf ke anak. Mulai enteng mengakui kalau ibunya ini ya hanya manusia biasa yang penuh salah. Jadi lebih enteng sih, kayak gak ada ganjalan gitu. HUbungan sama anak juga jadi semakin setara.

    Reply
  8. Ulasan yang menarik.
    Sering sekali saya menemukan hal seperti ini, dan parahnya kejadian itu bukan hanya dari orang tua, guru-guru juga ada yang begitu.
    Semoga makin banyak orang tua maupun guru menyadari kalau perbuatan itu tidak baik.

    Reply
  9. Anak2 juga sekarang mlh lbh kritis beda sm jmn dulu, org tua / guru selalu yg plg benar, meskipun salah tetap sja tdk ad yg berani mnyalahkan. Kalau prinsip itu di bawa di jmn skrg nggak mngkin krna ank2 skrg sdh smkin pintar dan pikirannya luas.

    Reply
  10. Wah, itu mbak… Aku prihatin dengan apa yang menimpa adikmu. Untunglah dia memang pintar. Aku punya kenalan, dia kini membimbing anak cowok usia 15 yg trauma sekolah sebab kasus serupa tapi tak sama. Kasus terjadi saat ia SD kls 3 jiga. Hingga gak mau sekolah sampai kini.

    Reply
    • Ya Allah … lukanya bener2 terlalu dalam hingga sukar disembuhkan. Semoga si cowok bisa menemukan bahagoa dan prestasinya meski apa pun teknis belajarnya. Aamiin

      Reply
  11. Jadi inget salah satu ceramah Mama Dedeh yang ngomong gini.

    “Kata siapa anak doang yang durhaka? Orang tua aja bisa durhaka!”

    Salah satu penjelasan beliau itu salah satunya ngasih pola asuh yang salah buat anaknya. Kalo orang tua kayak gitu sih malah bikin si anaknya pas gedenya itu secara mental sama psikologisnya gak baik. Dia malah jadi keteken, gampang stres, minder, gak kreatif, apatis, dan ujung-ujungnya bisa lari ke depresi. Jujur aja sih, omongan terakhir itu emang pengalaman pribadi.

    Harusnya orang tua (dan calon orang tua) baca buku Toxic Parents biar belajar dampak buruk parenting yang salah buat anak-anak di masa depan.

    Reply
    • Semoga makin banyak ortu yg sadar kalau keluarga yg baik itu dibutuhkan kerja sama semua pihak. Orang tua termasuk di dalamnya

      Reply
  12. Ulasannya ngena banget Mba, saya belajar buat gak gengsi bilang maaf ke anak tiap saya melakukan kesalahan padanya. Meski mungkin anak saya dulu dulu nya belum ngerti apa itu maaf hehehe.. Tapi kini berbuah manis, alhamdulillah si lanang jadi fasih bilang maaf ke ayah bunda nya ketika dia merasa salah..

    Reply

Leave a Comment

error: Maaf, tidak diperkenankan klik kanan. Tautan akan terbuka langsung ke halaman baru.