5 Strategi Mengatasi Imposter Syndrome

Mau belajar menulis novel 2025-2026?
Buka mentoring menulis novel, baik umum, asistensi sinopsis, dan privat.
Langsung Whatsapp 081212707424 untuk info lebih lanjut.
BACA JUGA :  Tips Mendesain Cover

5 Strategi Mengatasi Imposter Syndrome

Hai!

Coba jujur sama diri sendiri: Pernahkah kamu merasa, “Kok kayaknya aku enggak pantas ya di posisi ini?” atau, “Karyaku ini bagus karena kebetulan aja, nanti pasti ketahuan kalau aku ini cnggak sehebat itu?”

Kalau pernah, tenang. Kamu tidak sendirian. Shirei hampir tiap saat merasakannya. Perasaan itu punya nama keren, Imposter Syndrome.

Imposter Syndrome adalah kondisi psikologis di mana seseorang tidak mampu menginternalisasi pencapaiannya sendiri. Mereka terus-menerus merasa seperti penipu yang kapan saja “topengnya” bisa terbuka. Merasa kalau sebenarnya semua prestasi itu didapat karena hoki, bukan karena usaha dan takdir Ilahi. Ini sangat umum terjadi pada penulis, profesional yang baru naik jabatan, atau siapa pun yang baru meraih sukses besar.

Jelas ini mengganggu, karena kalau dibiarkan, Imposter Syndrome bisa bikin kita stuck dan bahkan berhenti berkarya. Shirei tidak akan biarkan itu terjadi.

Kita akan bahas 5 Strategi Mengatasi Imposter Syndrome yang bisa kita ambil, mulai dari mengubah cara berpikir sampai mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia luar.

Merasa seperti tidak layak menerima kesuksesanmu? 

5 Strategi Mengatasi Imposter Syndrome

quote 5 strategi mengatasi Imposter Syndrome

5 Strategi Mengatasi Imposter Syndrome yang Powerful: Move On dari Perasaan Jadi “Penipu”!

 

Strategi 1: Beri Nama pada “Si Kritikus” dan Pisahkan Dirimu Darinya

Trik ini Shirei dapat dr Skillshare dan mungkin kelihatan konyol, but it works. Seringkali, suara yang menyabotase diri kita itu terdengar seperti “kebenaran” mutlak. Taktik pertama dalam 5 strategi mengatasi Imposter Syndrome ini adalah dengan memisahkan diri dari suara tersebut.

– Caranya: Bayangkan suara kritik itu sebagai karakter terpisah. Beri dia nama yang konyol, misalnya “Si Panikan” atau “Ulet Keket Minder”. Setiap kali dia berbicara dan berkata, “Kamu nggak bisa,” katakan padanya, “Oh, itu cuma Ulat Keket Minder lagi ngomong. Bukan fakta.”
Contoh dari Shirei: Dulu, setiap kali Shirei mau nge-post konten, selalu ada bisikan, “Ini nggak cukup bagus. Nanti orang-orang bnggak akan lihat. malu sama jumlah follower-mu, tp statistik IG-mu anjlog banget.” Shirei akhirnya menyadari itu cuma “Si Monster Statistik”. Dengan memberi nama, Shirei bisa melihatnya sebagai gangguan, bukan kebenaran. Jadi, Shirei lebih bisa fokus ke proses daripada hasil.

BACA JUGA :  7 Cara Lengkap Menulis Novel untuk Pemula

Dengan melakukan ini, kita mengambil alih kendali. Kita bukanlah suara itu. Kita adalah pengamat yang mendengarkan suara itu.

Strategi 2: Buat “File Pencapaian” untuk Mengingatkan Dirimu Sendiri

Salah satu ciri khas Imposter Syndrome adalah mengabaikan atau mengurangi bukti kesuksesan. Strategi mengatasi Imposter Syndrome yang kedua adalah membuat arsip bukti yang tidak bisa dibantah.

Caranya: Buat folder di ponsel atau dokumen di laptop yang berisi:
– Screenshot pujian atau ucapan terima kasih dari klien/rekan.
– Pencapaian kecil (berhasil presentasi, menyelesaikan project tepat waktu, memimpin rapat dengan baik).
– Email atau pesan yang membuatmu merasa dihargai. Misal lolos penerbit mayor.
Contoh dari Shirei: Shirei punya folder bernama “My Happy Folder”. Setiap kali merasa tidak mampu, Shirei buka folder itu dan baca-baca ulang. Langsung ingat, “Oh iya, aku pernah melakukan hal-hal keren juga.” Ini adalah pengingat nyata bahwa kamu layak.

Ini adalah salah satu dari 5 strategi mengatasi Imposter Syndrome yang paling konkret dan langsung terasa manfaatnya.

Strategi 3: Bagikan Perasaanmu dengan Orang yang Tepat (Kamu Akan Terkejut)

Imposter Syndrome berkembang dalam kesendirian dan kesunyian. Kita diam-diam percaya bahwa hanya kitalah yang merasa seperti penipu. Strategi mengatasi Imposter Syndrome yang ketiga adalah memutus siklus ini dengan berbagi.

BACA JUGA :  Pemenang Lomba Novel Sudah Diatur?

Caranya: Cobalah berbicara dengan mentor, teman dekat, atau rekan kerja yang kamu percayai. Katakan saja, “Aku sering ngerasa nggak pantas dapat posisi ini, meski udah berusaha keras.” Shirei buka les menulis novel kalau kamu butuh teman berbagi, info bisa ke WA 0812-12-707-424
Contoh dari Shirei: Percakapan terbaik Shirei adalah ketika seorang senior yang sangat dikagumi justru berkata, “Aku juga sering ngerasain itu, lho.” Pada saat itu, rasanya seperti beban 100 kg langsung lepas dari pundak. Kita menyadari bahwa perasaan ini universal, dan bukan cerminan dari ketidakmampuan kita.

Seperti yang diungkapkan oleh banyak ahli, termasuk di artikel Verywell Mind tentang imposter syndrome, berbagi pengalaman adalah langkah pertama untuk menyembuhkan.

Strategi 4: Ganti Dialog Batin yang Negatif dengan Pertanyaan yang Lebih Baik

Daripada bertanya pada diri sendiri, “Apa aku mampu?” yang hanya punya jawaban “ya/tidak” dan memicu kecemasan, ganti dengan pertanyaan yang lebih produktif. Ini adalah inti dari strategi mengatasi Imposter Syndrome yang keempat.

Caranya:
– Ganti “Aku tidak boleh gagal” dengan “Apa yang bisa aku pelajari dari proses ini?”
– Ganti “Aku harus sempurna” dengan “Bagaimana caranya agar aku bisa memberikan yang terbaik dengan caraku sendiri?”
– Ganti “Semua orang lebih pintar dari aku” dengan “Kelebihan unik apa yang kubawa ke meja ini?”
Contoh dari Shirei: Alih-alih menghukum diri karena membuat kesalahan ketik di konten, Shirei sekarang bertanya, “Oke, sistem editing apa yang bisa Shirei buat ke depannya agar ini tidak terulang?” Pertanyaan ini membawa pada solusi, bukan pada menyudutkan kesalahan diri.

Strategi 5: Terima Pujian dengan Sederhana dan Catat

Orang dengan Imposter Syndrome cenderung menolak atau meminimalkan pujian. “Ah, iya, tapi itu cuma karena…” Strategi mengatasi Imposter Syndrome yang terakhir ini sederhana namun powerful: terima saja.

BACA JUGA :  Tips Menamatkan Cerita

– Caranya: Ketika seseorang memujimu, latih dirimu untuk hanya mengatakan, “Terima kasih, aku sangat menghargai itu,” atau “Terima kasih, aku senang kamu menyukainya.” JANGAN tambahkan penjelasan yang mengurangi kayak, “Aku ga sehebat itu” atau “Mungkin hoki”, dll.
Contoh dari Shirei: Dulu, kalau ada yang bilang “Kontenmu keren!”, respon Shirei adalah, “Ah nggak juga, masih berantakan kok, cuma modal nekad.” Sekarang, Shirei cuma bilang, “Wah, terima kasih banget! Senang kalau kontennya bermanfaat.” Rasanya jauh lebih lega dan… dewasa. Walau di kepala “Kaga.. malu aku. ancur banget, dll” at least ga keucap dan Shirei anggap itu ucapan si Monster Statistik.

Dengan menerima pujian, kita melatih otak untuk menerima kenyataan bahwa kita memang layak mendapatkannya. Ini melengkapi 5 strategi mengatasi Imposter Syndrome yang sudah kita bahas.

Menerapkan 5 strategi mengatasi Imposter Syndrome ini bukanlah proses yang instan. Butuh waktu dan latihan yang konsisten untuk membangun otot kepercayaan diri yang baru. Intinya bukan untuk menghilangkan keraguan sama sekali, tapi untuk belajar mengelolanya sehingga tidak lagi mengendalikan hidup dan keputusanmu.

Ingat, seperti kata Shirei:

Kamu berbeda dengan keraguan yang dibisikkan di kepalamu. Kamu adalah pendengar yang memilih untuk tidak lagi mempercayainya

Perasaan ini mungkin tidak akan pernah hilang sepenuhnya [apalagi Shirei ada ADHD], tapi dengan 5 strategi mengatasi Imposter Syndrome ini, kamu bisa membuatnya jadi lebih kecil dan tidak lagi bersuara lantang.

Yuk, kita mulai langkah pertama hari ini. Kamu layak untuk merasakan damai dan percaya diri dengan segala pencapaianmu. Karena pada akhirnya, you are enough.

 

1 thought on “5 Strategi Mengatasi Imposter Syndrome”

  1. Memang sih sifat seperti ini bukan hal baru, walau saya baru tahu nama kerennya Imposter syndrome, tapi sekilas sering saya alami sejak dari sekolah dulu hingga di lingkungan kerja. Apalagi pas sekolah dulu, malu maju dan berbicara didepan kelas karena merasa bukan pantas karena ada orang yang saya anggap lebih pintar.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Maaf, tidak diperkenankan klik kanan. Tautan akan terbuka langsung ke halaman baru.
Scroll to Top