tips menulis novel

5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa

5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa

Bab yang paling sering Shirei revisi adalah bab pertama. Entah itu PROLOG atau BAB 1. Kenapa? Karena di bab awal inilah kita harus mampu membuat pembaca tertarik membaca. Oke, memang blurb juga berpengaruh, tapi saat ikutan lomba novel, bab 1-3 biasanya termasuk yang dinilai. Jadi, jangan ragu untuk membuang bab pertama novel kita jika memang dirasa perlu. 5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa Kita kadang mendengar bahwa pace yang slow burn lebih mudah dinikmati pembaca. Mulai dengan deskripsi pemandangan, latar belakang tokoh, atau flashback masa kecil. Memang ini masalah selera, ya? Namun, coba kita amati: Berapa banyak novel bestseller yang benar-benar diawali dengan adegan kalem? The Hunger Games langsung lempar kita ke hari Reaping. Da Vinci Code buka dengan mayat ‘polos’ di Louvre. Dan novel-novel thriller laris manis itu—mengejutkan sejak halaman 1.   Tentu kita tidak bisa berkata bahwa SEMUA seperti itu. Masih banyak juga novel best seller yang openingnya teduh. Namun, apa sampai 3 bab isinya kalem? Agatha Christie biasanya tokoh utama langsung terlibat kasus di bab pertama. Kok bisa begitu? Karena banyak pembaca zaman sekarang bukan penikmat teh yang sabar. Mereka penyuka rollercoaster yang ingin langsung dicekik konflik, dibanting ke tembok, lalu ditanya: “Mau bertahan atau kabur?” Ini ajaran yang sering Shirei dapat dari mentor-mentor Shirei. Dan inilah 5 alasan mengapa kita harus menyiksa pembaca sejak kalimat pertama—bukan malah menyajikan mereka sup ayam hangat.   1. Pembaca Bukan Kritikus Sastra—Mereka Pemburu Keseruan Bayangkan ini:   – Seorang ibu rumah tangga sedang istirahat dari pusing mengatur keuangan rumah tangga.  – Seorang mahasiswa stres menunda skripsi.   – Seorang karyawan bosan sepulang kerja.   Apa yang mereka cari di novel? Pelarian! Bukan puisi tentang daun yang gugur.  Ini juga mungkin alasan works puisi Shirei jarang ada yang baca. Sedih, tapi ya gimana. Penikmat puisi memang tidak seramai cerita-cerita yang menyuguhkan keseruan.  “Tapi, aku mau menulis opening yang tenang!” Tenang. Buku-buku sastra pemenang penghargaan pun, meski bahasanya tenang, tapi tetap dimulai dengan konflik. Contoh:   – “Hari itu ibunya bunuh diri.” — Laskar Pelangi (Andrea Hirata).   – “Aku dengar suara jeritan dari kamar mandi.” — Perahu Kertas (Dee Lestari).   Shirei sendiri menggunakan opening macam ini beberapa kali. “Ingin mati saja.” – Eyenomaly “Aku ingin jadi tuli.” – Menjemput Pulang Berasa bedanya, kan, dengan thriller? Mereka tetap menghantam pembaca dengan emosi kuat di halaman pertama—bedanya, pukulannya pakai sarung tangan beludru. Tetap ber-damage, tapi lembutan dikit. lol 2. Algoritma Pembaca Online Itu Kejam Kita hidup di era sample chapter dan penuhnya cerita gratis di platform kepenulisan. Saat calon pembaca meng-klik blurb, mereka hanya baca 1-3 bab pertama. Jika tidak ada darah, air mata, atau ledakan di halaman itu—goodbye pembaca.  Kalau mau coba disurvey,  –  Banyak pembaca mengaku skip bab 1 jika tidak ada ketegangan dalam 500 kata pertama.   – Novel dengan kalimat pembuka provokatif punya conversion rate 2x lebih tinggi di e-commerce.   Solusinya: – Hapus semua deskripsi cuaca di halaman 1.   – Ganti prolog dengan adegan yang membuat pembaca bertanya, “Apa-apaan ini?!”   Contoh: “Mayat itu tersenyum. Aneh—jenazah seharusnya tidak bisa memegang pisau daging.” 3. Tokoh Akan Terlihat Lebih Manusiawi Saat Kacau Character development itu penting, tapi jangan dikira pembaca mau berkencan dulu dengan tokoh kita. Kasih mereka alasan untuk peduli—sebelum tokoh kita sempat memperkenalkan diri. Contoh:   – Daripada menceritakan Nunu sangat suamiable, langsung tampilkan Nunu memasak untuk kemenakan yang diasuhnya. [Titik Buta – Shireishou] Dengan begitu, pembaca langsung tahu si Nunu :   – Tidak patriarki yang negatif  – Jago masak  – Sayang keluarga.   Simple. Cuma scene memasak, tanpa perlu monolog 3 halaman! 4. “Misteri adalah Candu—Bukan Romansa Kita manusia spoiler-driven [ada ga sih istilah ini?]. Kita rela begadang baca novel cuma untuk tahu: Siapa pembunuhnya? Apakah mereka akan selamat? Apa maksud adegan kucing hitam di bab 1 itu? dll. Namun, misteri hanya bekerja jika ditanamkan sejak awal. Contoh :   – Kenapa barang yang seharusnya hanya diketahui Badan Intelegen Negara, bisa ada di tas berisi narkoba? → Memicu pertanyaan: Barang apa? Kenapa di sana? Apa hubungannya dengan narkoba? [TITIK BUTA] – Pesan itu hanya berisi koordinat GPS dan dua kata: ‘Istrimu di sini.’ → Memicu rasa ingin tahu: Apa istrinya masih hidup? Apa yang ada di lokasi GPS? Siapa yang melakukannya [ASAM GARAM ASA DAN GARA] Jangan buang waktu dengan pengantar. Lempar saja bom pertanyaan—biar pembaca yang kepo memicu ketagihan.   5. Pembaca Kadang Butuhnya Misuh Konflik adalah nyawa cerita. Namun, konflik terbaik bukanlah perang besar di akhir cerita—melawan diri sendiri, pacar yang selingkuh, atau deadline kerja.   Konflik terbaik adalah musuh yang muncul di halaman pertama. Dan musuh, nggak selalu tentang antagonis jahat perusak dunia, ya! Contoh:   – Surat penolakan bewasiswa ke Jepang membuat impiannya kandas. → Musuh: kegagalan.   [Menjemput Pulang – Shireishou] – Ada mayat di ruang kerjaku. → Musuh: misteri dan ancaman akan menjadi tersangka.  Musuh awal = seolah menjadi janji pada pembaca: “Novel ini Insyaallah akan seru, aku tidak bohong.” Jadi, biarkan pembaca misuh tentang betapa kesalnya mereka sama antagonis atau bahkan protagonis cerita kita. Biarkan mereka puas untuk membaca alur cerita kita. —– Jadi, Harus Mulai dari Mana? Hapus bab pertama yang kamu tulis tahun lalu. Tanya diri sendiri: Adegan paling brutal/misterius/bikin kepo di novelku ada di mana? Ambil adegan itu, taruh di halaman 1. Edit sisanya biar nyambung. Kita bukan penulis yang kejam—kita hanya memberi pembaca apa yang mereka mau: cerita yang menyiksa, tapi bikin nagih. Sudah siap menyiksa pembaca? [Postingan ini bakal kena semprit google ga, ya?] Ahahahah  

5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa Read More »

Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel

6 Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel

Dapat request dari teman di KLIP [Kelas Literasi Ibu Profesional]. Semoga bermanfaat, ya! Mendeskripsikan latar dan suasana adalah seni yang sebenarnya susah-susah gampang. Kita sering kali dihadapkan pada dilema: bagaimana caranya menggambarkan tempat dan suasana yang jelas tanpa membuat pembaca bosan? Deskripsi yang terlalu panjang bisa membuat pembaca kehilangan minat, tetapi deskripsi yang terlalu dangkal dapat membuat cerita terasa hampa. Bahkan bisa kena yang disebut white room syndrome. Alias, pembaca nggak ada bayangan si Tokoh lagi ada di mana. Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel Dalam artikel ini, kita akan membahas cara mendeskripsikan latar dan suasana dengan efektif dan menarik dalam menghidupkan cerita. Mengapa Latar dan Suasana Itu Penting? Latar dan suasana jangan biarkan jadi sekadar dekorasi dalam cerita. Keduanya adalah elemen yang membantu pembaca memahami dunia tempat cerita berlangsung dan merasakan emosi di dalamnya. Latar membantu pembaca memahami di mana dan kapan cerita terjadi, sementara suasana memberikan keterikatan dan empati yang melingkupi adegan tersebut. Jika kita berhasil memadukan keduanya, pembaca nggak hanya membaca cerita kita, tetapi juga merasakan dunia ciptaan kita dan mengalami kejadian seperti tokoh-tokoh kita. Tips Mendekskripsikan Latar dan Suasana 1. Gunakan Indra, Bukan Hanya Mata Kita cenderung terlalu fokus pada apa yang terlihat ketika mendeskripsikan latar. Padahal, dunia di sekitar kita juga hidup lewat suara, bau, rasa, dan sentuhan. Menggunakan kelima indra dapat membuat deskripsi kita lebih hidup dan realistis. Contoh sederhana: Roti di toko kue itu tampak lezat dan membuatku lapar. Kita bisa memperkaya deskripsi itu menjadi: Kilau keemasan roti yang baru keluar dari panggangan begitu memesona. Lelehan mentega mengilap menebarkan aroma yang menggelitik hidung. Kuhidu dalam-dalam hingga air liurku menetes tanpa malu, dll. Deskripsi seperti ini tidak hanya menggambarkan apa yang terlihat, tetapi juga membawa pembaca “merasakan” lingkungan tersebut. Bayangkan mereka mencium aroma khas roti atau membayangkan keinginan untuk ikut makan roti mentega. Kombinasi indra akan membuat latar terasa nyata. 2. Integrasikan Deskripsi dengan Plot Salah satu kesalahan yang sering kita lakukan adalah memisahkan deskripsi latar dari plot. Akibatnya, deskripsi terasa seperti sekumpulan teks yang tidak bergerak, sehingga pembaca tergoda untuk melewatinya. Shirei sering skip seting gara-gara ini. T_T Solusinya adalah mengintegrasikan deskripsi dengan tindakan karakter. Contoh: Daripada menulis: Ruang tamu itu gelap dan penuh debu. Coba gini: Dia meraba dinding mencari sakelar lampu. Ketika matanya memejam sedikit beradaptasi dengan cahaya yang mendadak hadir, debu-debu terlihat berterbangan di udara dan aroma apek menyergap hidung. Deskripsi ini tidak hanya memberikan informasi tentang ruangan, tetapi juga memadukannya dengan plot yang melibatkan karakter. Pembaca akan merasa lebih terhubung dengan adegan tersebut. 3. Gunakan Metafora dan Perumpamaan Metafora dan perumpamaan adalah senjata ampuh untuk membuat deskripsi kita lebih memikat. Dengan membandingkan sesuatu dengan hal lain yang familiar, kita dapat memancing imajinasi pembaca tanpa harus memberikan detail yang terlalu panjang. Contoh: “Hutan itu gelap dan menyeramkan.” Bisa diubah menjadi: “Hutan itu seperti monster yang tertidur dengan sulur pepohonan seperti tangan yang siap mencekik siapa pun yang berani datang.” Metafora nggak cuma membantu pembaca membayangkan latar, tetapi juga menciptakan suasana yang lebih dalam. Gunakan perumpamaan yang sesuai dengan mood cerita kita. 4. Pilih Diksi yang Mendukung Suasana Pemilihan diksi adalah kunci untuk menciptakan suasana yang tepat. Kata-kata yang kita pilih harus mencerminkan feel yang ingin kita sampaikan. Misalnya, untuk menciptakan suasana tegang, gunakan kata-kata pendek dan tajam seperti “dingin,” “sunyi,” atau “menusuk.” Sebaliknya, untuk suasana damai, gunakan kata-kata lembut seperti “hangat,” “berembus,” atau “tenang.” Contoh: “Malam itu sunyi dan dingin.” Bisa diubah menjadi: “Aku merindukan suara jangkrik yang biasanya saling bicara kala malam. Bahkan kopi yang baru kubuat di meja sudah kehilangan asap, padahal baru beberapa menit berada di sana. Aku menggigil ketika angin menggigit pori-pori yang tak terlindungi kaus pendek.” Perhatikan bagaimana pilihan kata seperti “merindukan” dan “menggigit” menciptakan suasana yang lebih kuat dibandingkan deskripsi yang biasa. Ini satu dari Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel yang buat Shirei paling menyenangkan buat diulik. Heheh 5. Hindari Overload Detail Mendeskripsikan setiap elemen di latar bisa menjadi jebakan. Kita mungkin tergoda untuk menggambarkan setiap sudut ruangan, setiap warna daun di hutan, atau setiap suara di pasar. Namun, terlalu banyak detail bisa membuat pembaca merasa kewalahan dan bosan. Sebaliknya, pilih detail yang paling relevan dengan cerita atau suasana yang ingin kita bangun. Contoh: Daripada menulis: “Meja itu penuh dengan buku, kertas, pena, secangkir kopi, dan piring bekas makan.” Pilih detail yang penting jika kisah tentang novelis: “Di atas meja, secangkir kopi yang sudah dingin berdampingan dengan setumpuk naskah yang penuh coretan.” Deskripsi ini tidak hanya memberikan informasi tentang latar, tetapi juga menyiratkan sesuatu tentang karakter—mungkin dia sibuk, lelah, atau terjebak dalam pekerjaannya. 6. Jangan Abaikan Tempo Cerita Deskripsi yang terlalu panjang dapat mengganggu tempo cerita, terutama di adegan yang penuh aksi. Saat cerita sedang menegangkan, gunakan deskripsi singkat dan tajam untuk mempertahankan intensitas. Sebaliknya, di adegan yang lebih lambat, kita bisa mengambil waktu untuk menggambarkan latar secara mendalam. Contoh: Adegan aksi: “Suara tembakan menggema di lorong sempit. Bau mesiu menusuk hidung saat dia berlari menuju pintu keluar.” Adegan tenang: “Di bawah langit senja, rerumputan bergoyang lembut ditiup angin. Dia duduk diam, menikmati kehangatan terakhir matahari sebelum malam menyelimuti.” Dengan menyesuaikan panjang dan detail deskripsi dengan tempo cerita, kita dapat menjaga perhatian pembaca tanpa mengorbankan suasana. Kesalahan yang Sebaiknya Kita Hindari Diksi Klise: Hindari deskripsi yang terlalu umum atau klise, seperti “Langit biru cerah” atau “Matahari terbenam yang indah.” Cobalah menggambarkan elemen-elemen unik dari latar tersebut. Latar tidak mendukung plot: Ingatlah bahwa latar dan suasana harus mendukung cerita dan karakter kita. Jangan biarkan deskripsi terasa seperti tempelan yang tidak relevan. Latihan untuk Memperkuat Narasi Kita Pilih Tempat Favoritmu: Misalnya, taman, kafe, atau kamar tidur. Deskripsikan Tempat Itu Menggunakan Indra Selain Mata: Apa yang terdengar, terasa, atau tercium? “Di taman, aroma bunga melati bercampur dengan bau tanah basah. Angin sejuk membawa suara tawa anak-anak yang berlari di sekitar air mancur.” Eksperimen dengan Suasana: Gunakan tempat yang sama untuk menciptakan suasana yang berbeda. Misalnya, bagaimana taman itu terasa saat bahagia? Bagaimana jika menyeramkan? Mendeskripsikan latar dan suasana bukan hanya soal menggambarkan tempat, tetapi juga soal menciptakan pengalaman yang menyentuh pembaca. Dengan memanfaatkan indra,

6 Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel Read More »

5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi

5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi

Menulis novel kadang dianggap pekerjaan kreatif yang penuh aturan baku. Banyak penulis pemula terjebak dalam mitos yang membuat proses menulis terasa sulit dan membatasi kreativitas. Dalam artikel ini, kita akan membongkar lima mitos paling sering Shirei dengar tentang menulis novel yang selama ini dipercaya banyak orang. Tinggalkan mitos ini dan kita akan menemukan kebebasan serta kenikmatan dalam menulis! Inilah 5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi   Mitos 1: “Harus Menulis Outline yang Detail Sebelum Mulai Menulis” Kenyataannya: Tidak semua penulis membutuhkan outline. Banyak buku panduan menulis menekankan pentingnya membuat outline sebelum mulai menulis. Sebagian besar penulis pemula akhirnya menghabiskan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan hanya untuk menyusun outline yang sempurna. Ketika akhirnya mulai menulis, mereka merasa terikat dengan outline tersebut dan kehilangan fleksibilitas untuk mengembangkan cerita secara bebas. Namun, ada dua tipe penulis: Plotter: Penulis yang merancang cerita secara detail sebelum mulai menulis. Shirei masuk ke sini. Jadi, meskipun Shirei tipe ini, Shirei juga melihat banyak kenalan Shirei yang berhasil menulis novel dengan sangat baik meski tanpa kerangka detail Pantser: Penulis yang lebih suka menulis tanpa rencana dan membiarkan cerita berkembang sendiri. Gabungan : Ini tipe yang gabungan tipe Plotter dan Pantser. Bikin premis, lalu sisanya ditulis dengan kebebasan Tidak ada metode yang salah. Jika kamu merasa nyaman menulis tanpa outline, itu tidak masalah. Kabarnya, beberapa penulis terkenal seperti Stephen King adalah pantser sejati. Mereka mulai dengan premis sederhana, lalu membiarkan cerita mengalir. Tip: Jika tidak suka outline, cobalah membuat “garis besar minimal” berupa poin-poin besar tentang alur atau ending. Eksperimenlah dengan kedua pendekatan untuk menemukan apa yang paling cocok. Mitos 2: “Tulisan Pertama Harus Bagus dan Rapi” Kenyataannya: Draf pertama adalah tempatmu membuat kesalahan. Salah satu kesalahan terbesar penulis adalah mencoba membuat setiap kalimat sempurna saat pertama kali menulis. Kita menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk merangkai satu paragraf, yang pada akhirnya malah membuat mereka kehilangan feeling sama cerita sendiri. Draf pertama adalah langkah awal, tempat untuk menuangkan ide mentah ke atas kertas. Tulisan ini tidak perlu sempurna. Bahkan, draf pertama sering kali penuh dengan kekurangan: plot bolong, dialog kaku, atau deskripsi yang terlalu panjang. Banyak penulis profesional menegaskan pentingnya membuat “draf pertama yang jelek.” Revisi adalah bagian penting dari proses menulis, di mana kamu bisa memperbaiki dan mempercantik tulisanmu. Tip: Biarkan draf pertama penuh kekacauan. Fokuslah pada menyelesaikan cerita, merasakan apa yang dirasakan karakter, bukan pada kesempurnaan teknis. Ingat, karya masterpiece yang kita baca di toko buku telah melalui puluhan kali revisi dan ditolong oleh editor profesional. Mitos 3: “Karakter Utama Harus Disukai Pembaca” Kenyataannya: Karakter utama tidak harus disukai, tapi harus menarik. Banyak penulis merasa bahwa protagonis mereka harus sempurna, selalu baik hati, dan tanpa cacat agar pembaca menyukainya. Faktanya, karakter yang terlalu sempurna justru membosankan dan nggak terasa nyata. Pembaca lebih suka karakter yang memiliki kelemahan, konflik internal, dan perkembangan. Karakter yang terasa manusiawi, dengan segala kekurangannya, jauh lebih menarik daripada karakter “sempurna” yang terasa seperti robot. Ini 5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi yang Shirei rasakan. Kayak… takut protagonisnya kalau sampai nyebelin. Takut pembaca mengambil hikmah yang salah. Namun, akhirnya, Shirei berpikir, ini balik ke tujuan menulis itu sendiri. Apakah meskipun protagnya ngeselin, dia bisa membawa hikmah positif bagi pembaca? Misal, kayak Fathiya – Labuhan Hati Antara Kau dan Dia , Si Fathiya ini bener-bener bikin pembaca maki-maki dia. Ahahah Namun, memang ada tujuan Shirei menulis demikian dan semoga benar-benar bisa membawa hikmah. Aamiin. Tips: Beri karakter utama kelemahan yang bisa mereka perjuangkan sepanjang cerita. Fokuslah pada perkembangan karakter: bagaimana mereka berubah dan tumbuh selama cerita berlangsung. Mitos 4: “Plot Harus Rumit untuk Membuat Novel Bagus” Kenyataannya: Plot sederhana yang dieksekusi dengan baik jauh lebih efektif. Banyak penulis percaya bahwa cerita mereka harus penuh dengan plot twist, subplot, dan konflik yang berlapis-lapis agar dianggap sebagai novel yang bagus. Namun, terlalu banyak elemen justru bisa membuat cerita terasa membingungkan dan kehilangan fokus. Beberapa novel terbaik sepanjang masa memiliki plot yang sederhana: The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway hanya menceritakan perjuangan seorang nelayan tua melawan ikan besar. Kalau nggak salah pernah dibahas juga di movie kesukaan Shirei, Equillizer 1.  To Kill a Mockingbird karya Harper Lee berfokus pada satu isu utama: keadilan dan diskriminasi. Yang membuat novel tersebut luar biasa bukan kerumitan plotnya, melainkan cara penulis menggali emosi dan konflik manusia dalam cerita mereka. Tip: Fokus pada satu konflik utama dan pastikan itu dieksplorasi dengan mendalam. Jangan takut untuk menyederhanakan cerita jika itu membantu pembaca lebih mudah terhubung. Mitos 5: “Inspirasi Itu Harus Ditunggu” Kenyataannya: Inspirasi muncul saat kamu mulai bekerja. Berapa kali kamu menunggu “mood” untuk menulis, tapi akhirnya malah tidak menghasilkan apa-apa? Menunggu inspirasi adalah salah satu mitos paling berbahaya bagi penulis. Penulis profesional tahu bahwa inspirasi bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Inspirasi adalah hasil dari disiplin. Ketika kamu menetapkan jadwal menulis yang konsisten, otakmu akan terlatih untuk menghasilkan ide meskipun kamu merasa tidak mood. Stephen King menulis setiap hari, bahkan ketika ia tidak merasa termotivasi. Menurutnya, menulis adalah pekerjaan, dan seperti pekerjaan lainnya, kamu harus melakukannya secara konsisten. Tip: Tetapkan target menulis harian, meskipun hanya 200 kata. Jika merasa buntu, tulislah apa saja yang ada di pikiran. Kadang, ide brilian muncul dari tulisan-tulisan kecil yang spontan, lhi! Kalau layar google doc putih bikin takut, buka kertas, dan coret-coret pakai tangan. Ini berhasil buat Shirei. Menulis novel adalah proses yang penuh tantangan, tapi itu tidak berarti kita harus terjebak oleh mitos-mitos yang tidak relevan. Menulis tidak membutuhkan aturan kaku, melainkan keberanian untuk bereksperimen dan berkembang. Tinggalkan mitos-mitos di atas, dan Insyaallah kita akan menemukan bahwa menulis novel bukan hanya tentang menciptakan karya, tapi juga tentang menikmati perjalanan kreatif itu sendiri. Apakah kamu masih percaya salah satu mitos di atas? Lalu bagaimana kamu mengatasinya?

5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi Read More »

5 kebiasaan buruk penulis yang bikin macet berkarya

5 Kebiasaan Buruk Penulis Pemula

Sampai sekarang, Shirei masih terus belajar soal menulis novel. Ada kebiasaan-kebiasaan yang harus Shirei akui, kadang masih Shirei lakukan padahal justru menghambat Shirei dalam berkarya. Namanya juga old habbit die hard, ya? Susah banget dihilangkan hal-hal demikian, tuh! Kadang kita tahu itu salah, tapi pada akhirnya tetap aja dilakukan. Jadi, Shirei bikin postingan ini sekaligus buat reminder diri sendiri kalau jangan sering-sering kumat. Sesekali boleh lah. Namanya juga manusia punya khilaf. Namun, kalau keseringan, takutnya malah nggak bisa berkarya sama sekali. Kan sayang, ya? Jadi, inilah : 5 Kebiasaan Buruk Penulis Pemula Menjadi seorang penulis adalah perjalanan yang menginspirasi, penuh tantangan, dan memerlukan ketekunan. Bagi pemula, ada banyak hal baru yang harus dipelajari. Namun, di balik semangat awal, banyak dari kita tanpa sadar mengadopsi kebiasaan yang justru menghambat kreativitas. Dalam artikel ini, kita akan membahas lima kebiasaan buruk yang sering ditemukan pada penulis pemula dan bagaimana cara mengatasinya.   1. Overthinking Plot Sampai Tidak Menulis Apa-apa Sebagai seorang penulis, merancang plot yang kuat dan menarik adalah salah satu tugas penting. Namun, sering kali penulis pemula menghabiskan terlalu banyak waktu memikirkan plot hingga akhirnya tidak menulis sama sekali. Kita terjebak dalam upaya menciptakan cerita sempurna sejak awal. Kita terus khawatir untuk mau ke tahap eksekusi. Coba bayangkan ini: kita sudah memiliki ide cerita yang bagus, tetapi takut menulis karena merasa belum cukup matang. Alhasil, ide tersebut hanya berputar-putar di kepala tanpa pernah dituangkan ke dalam tulisan. Padahal, “The first draft of anything is sh*t,” kata Ernest Hemingway. Saat ini, Shirei sendiri merasakan ini. Mungkin karena ada beban mental banget untuk menulis Prequel Deliverance – Dimensional Fugitive. Apakah cerita ini bisa diterima lebih baik dari pendahulunya, apa Shirei bsia nulis genre Sci-Fi, dll. Akibatnya, dari Desember 2023, sampai desember 2024, Shirei sampai rombak plot 4x. T_T Solusi: Fokus pada Draft Pertama Jangan takut untuk menulis draf pertama yang buruk. Biarkan ide mengalir tanpa harus sempurna. Anggap saja draf pertama sebagai fondasi kasar yang nantinya bisa diperbaiki melalui proses revisi. Ini Deliverance Shirei udah kelar 2x dan sekaranga khirnya rombak ulang nulis untuk kali yang ketiga. Mohon doanyaaaa agar lancar semuaaaaa….. Aamiin 2. Revisi Terus-Menerus Sebelum Menyelesaikan Naskah Ini adalah kebiasaan klasik lainnya. Banyak penulis pemula yang terlalu sering membaca ulang dan merevisi tulisan mereka sebelum selesai. Akibatnya, mereka tidak pernah mencapai bagian akhir cerita. Lha wong baru up satu bab, revisi lageee sampe capek. Sering peserta privat Shirei yang curhat seperti ini. Mengapa Ini Terjadi? Perfeksionisme menjadi alasan utama. Kita merasa bahwa setiap kalimat harus sempurna sebelum bisa melanjutkan ke paragraf berikutnya. Sayangnya, hal ini justru membuat mereka kehilangan fokus pada keseluruhan cerita. Solusi: Selesaikan Dulu, Baru Revisi Tetapkan tujuan untuk menyelesaikan naskah terlebih dahulu tanpa tergoda untuk merevisi. Setelah seluruh cerita selesai, kita dapat mendedikasikan waktu khusus untuk merevisi secara menyeluruh. 3. Terlalu Terpaku pada Aturan Teknis Menguasai teknik menulis itu penting, seperti struktur narasi, tata bahasa [EYD], dan gaya penulisan. Namun, jika terlalu terpaku pada aturan-aturan ini, penulis sering kali kehilangan spontanitas dan keunikan suara kita sendiri. Apa yang Sebenarnya Penting? Menulis adalah seni, bukan sekadar rangkaian aturan. Pablo Picasso pernah berkata, “Learn the rules like a pro, so you can break them like an artist.” Ini juga berlaku dalam menulis. Solusi: Prioritaskan Ide dan Emosi Alih-alih memikirkan apakah kita telah mematuhi semua aturan teknis, fokuslah pada bagaimana cerita kita dapat menyampaikan emosi dan pesan yang kuat kepada pembaca. EYD dan kalimat efektif bisa dipelajari dan diperbaiki seiring waktu. Cek artikel sebelumnya soal Bagaimana cara revisi ala Jessica Brody. 4. Membandingkan Diri dengan Penulis Lain Di era media sosial, mudah sekali membandingkan diri dengan orang lain, termasuk penulis lain yang terlihat lebih sukses atau produktif. Penulis pemula sering kali merasa tidak cukup baik setelah melihat pencapaian orang lain. Apalagi kalau view di platform segitu-segitu aja. Boro-boro ngarep dapat jutaan rupiah dari menulis. Pedih….. Mengapa Ini Berbahaya? Setiap penulis memiliki perjalanan yang unik. Membandingkan diri hanya akan menurunkan rasa percaya diri dan menciptakan keraguan. Anda mungkin merasa seperti tidak pernah cukup baik, meskipun sebenarnya kita telah membuat kemajuan besar. Solusi: Fokus pada Perjalanan Kita Sendiri Tulis jurnal atau catatan perkembangan untuk melacak kemajuan kita sebagai penulis. Rayakan setiap langkah kecil yang telah kita capai, seperti menyelesaikan satu bab atau menerima komen yang positif. Ingat … jangan berorientasi hasil, tapi fokus lah pada proses.  5. Menunda Menulis Hingga Inspirasi Datang Salah satu mitos terbesar dalam dunia menulis adalah bahwa kita harus menunggu inspirasi untuk mulai menulis. Kenyataannya, menulis adalah tentang disiplin, bukan sekadar inspirasi. Kata Bijak dari Ahli Stephen King, salah satu penulis paling produktif di dunia, mengatakan, “Amateurs sit and wait for inspiration, the rest of us just get up and go to work.” Menunda menulis hanya karena merasa tidak cukup terinspirasi adalah resep terbaik untuk tidak pernah menulis. Ahahah Jadi, jangan ditiru, yaaa! Meski kita nggak mood, nggak ada ide, kita bisa googling, nonton, atau membaca buku untuk mencari inspirasi. Ingat, bukan plagiasi, ya! Solusi: Jadwalkan Waktu Menulis Tetapkan waktu khusus setiap hari untuk menulis, meskipun hanya 15 menit. Dengan konsistensi, kita akan menemukan bahwa inspirasi sering kali muncul saat kita mulai bekerja. Mengapa 5 Kebiasaan Buruk Penulis Pemula Ini Penting Dihindari Semua kebiasaan ini memiliki satu kesamaan: mereka adalah penghalang yang membatasi kreativitas dan produktivitas. Menulis adalah proses yang tidak sempurna dan kesalahan adalah bagian dari perjalanan itu. Semakin cepat kita menerima hal ini, semakin bebas kita untuk bereksperimen dan tumbuh sebagai penulis. Harus diakui, ketika melempar sebuah karya ke masyarakat, kita mau tidak mau harus siap mendapatkan bintang satu dari lima. Pedih? PASTI! Shirei juga mengalami itu. Namun, ingat, jangan menjadikan hal itu sebagai penghalang kita berkarya. Jadikan itu semacam cambuk agar kita berkarya lebih baik di karya berikutnya. Memang karya itu tidak bisa kita ubah [jika terbitnya cetak atau di platform premium yang terkunci tidak bisa diedit lagi]. Akan tetapi, kita bisa melangkah maju untuk karya berikutnya. Lupakan saya keinginan untuk memperbaiki karya yang sudah belalu. Fokus pada masa depan. Ini yang berusaha selalu Shirei inget. Ya, meski jujur tetep sedih kalau kena bintang di bawah

5 Kebiasaan Buruk Penulis Pemula Read More »

3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody

3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody

Agak kaget pas Shirei di Wattpad, beli paid story, tapi isinya kayak belum diedit. Vibe genre ceritanya berubah-ubah dari depan sampai akhir. Memang populer dengan jutaan view, tapi EYD-nya masih ada yang salah. Meski harus diakui, ceritanya lumayan seru, tapi Shirei percaya masih bisa lebih dipoles lagi. Shirei paham banget kalau di Wattpad tuh kita nulis sendirian, tanpa editor. Kadang, sesempetnya nulis, langsung kita unggah. Apalah itu revisi? Yang baca aja belum tentu ada. Shirei pun menjadikan Wattpad sebagai tempat untuk meletakkan draft pertama. Hanya cerita awal yang masih mentah banget. Habis itu baru pelan-pelan direvisi. Syukur kalau dapat koreksi dari pembaca. Baru deh dibenerin di Google Docs-nya. Jadi, bisa dikatakan, kalau jadi buku, cerita Shirei bakalan beda dari yang di Wattpad. Nah, sekarang, Shirei mau berbagi 3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody Jessica Brody, seorang penulis dan mentor menulis terkenal, memperkenalkan teknik revisi novel yang terstruktur dan efektif melalui pendekatan tiga level editing: macro editing, scene editing, dan line editing. Teknik ini cocok untuk meningkatkan kualitas naskah, termasuk di platform populer seperti Wattpad. Berikut ini, Shirei akan membahas cara mengimplementasikan tiga level editing untuk novel Wattpad dan platform menulis lain. Apa Itu Tiga Level Editing? Sebelum masuk ke langkah-langkah detail, penting untuk memahami konsep tiga level editing ini: Macro Editing: Memperbaiki elemen besar seperti plot, struktur cerita, dan pengembangan karakter. Scene Editing: Meninjau setiap adegan untuk memastikan keberlanjutan cerita dan dampak emosionalnya. Line Editing: Memoles setiap kalimat untuk memperbaiki gaya bahasa, tata bahasa, dan kejelasan. Ketiga level ini memberikan pendekatan bertahap untuk memastikan novel kita menjadi karya terbaik sebelum diterbitkan. Tips Revisi Novel Wattpad dan Platform Menulis Lain dengan Macro Editing   Evaluasi Struktur Cerita Macro editing adalah langkah awal untuk memastikan fondasi cerita kita kuat. Gunakan pertanyaan berikut sebagai panduan: Apakah konflik utama menarik dan jelas? Apakah setiap karakter memiliki motivasi yang konsisten? Apakah alur cerita bergerak dengan logis? Jessica Brody merekomendasikan menggunakan kerangka “Save the Cat” untuk mengevaluasi plot kita. Setiap bab harus memiliki tujuan yang jelas dalam keseluruhan cerita. Ada di Udemy dan bsia beli bukunya kalau mau detailnya. Shirei juga buka kelas rangkumannya buat teman-teman yang tidak sempat membaca buku tebal atau menonton kelasnya yang berdurasi berjam-jam. Ciptakan Karakter yang Hidup Karakter yang realistis adalah kunci menarik pembaca. Dalam revisi macro, fokus pada: Backstory: Pastikan setiap karakter memiliki latar belakang yang memengaruhi tindakan mereka. Arc Karakter: Apakah mereka mengalami perkembangan sepanjang cerita? Di Wattpad juga platform menulis lain, pembaca menyukai karakter yang relatable. Pastikan karakter utama Anda memiliki kelemahan yang membuat mereka manusiawi. Scene Editing untuk Novel di Wattpad dan Platform Menulis Lain Setelah memperbaiki fondasi cerita, masuklah ke setiap adegan. Scene editing adalah tentang memastikan setiap momen dalam cerita memberikan dampak yang maksimal. Pertanyaan Kunci untuk Scene Editing Apakah adegan ini mendukung alur utama? Jika tidak, pertimbangkan untuk menghapus atau mengubahnya. Apakah adegan memiliki konflik yang menarik? Konflik tidak harus besar, tetapi harus relevan. Apakah dialog terasa alami? Pembaca Wattpad sering mengomentari dialog. Pastikan karakter berbicara seperti manusia nyata, tidak kaku ala textbook. Bangun Ketegangan Emosional Deskripsi Sensorik: Libatkan indera pembaca. Cliffhanger: Akhiri bab dengan kejutan untuk menarik pembaca Wattpad membaca bab berikutnya. Apalagi kalau kita update-nya cuma sekali seminggu. Biar tetap menjaga hype terhadap cerita. Line Editing: Polesan Akhir untuk Novel Wattpad Tahap ini adalah penyempurnaan akhir. Line editing memastikan novel Anda bebas dari kesalahan teknis dan memiliki gaya penulisan yang menarik. Dari 3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody, bagi Shirei, ini yang paling mudah. Selama cerita sudah solid, perbaikan EYD dan diksi akan terasa ringan. Perhatikan Pilihan Kata [Diksi] Jessica Brody menekankan pentingnya menggunakan kata-kata yang spesifik dan kuat. Hindari klise dan pastikan setiap kata memiliki tujuan. Kadang, kita terlalu ingin nyastra, tapi malah kesan yang didapat pembaca berbeda. Bukan larangan menggunakan diksi puitis, tapi harus pandai-pandai menempatkannya. Perbaiki Tata Bahasa Kesalahan kecil seperti tanda baca atau ejaan dapat mengganggu pengalaman membaca. Meski bukan naskah jadi, typo di Wattpad sebaiknya dihindari sebaik mungkin. Terlalu banyak typo dan EYD yang salah, akan berdampak besar dalam kenyamanan pembaca. Sayang kalau sampai ditinggal pembaca gara-gara typo, kan? Tingkatkan Flow Penulisan Gabungkan kalimat pendek dan panjang untuk ritme yang menarik. Pastikan transisi antar kalimat dan paragraf terasa mulus. Tools Pendukung untuk Revisi Novel Wattpad dan Platform Menulis Lain Software Editing Google Docs : Enak ada garis merah kalau salah. Tapi, kadang masih salah sih tandanya. Gampang share file sama teman dan beta reader. KBBI : Membantu mencari cara penulisan yang tepat Tesaurus: Meningkatkan diksi penulisan. Feedback dari Komunitas Gunakan Wattpad atau platform seperti Reedsy untuk mendapatkan masukan dari pembaca dan penulis lainnya. Revisi adalah kunci untuk mengubah draf kasar menjadi novel yang layak terbit. Dengan tiga level editing ala Jessica Brody, kita dapat meningkatkan kualitas novel secara signifikan, baik di Wattpad maupun platform menulis lainnya. Semoga ini bisa membantu teman-teman, dan jangan lupa untuk terus belajar dari masukan pembaca! 3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody

3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody Read More »

7 Cara Lengkap Menulis Novel untuk Pemula

7 Cara Lengkap Menulis Novel untuk Pemula

Shirei sudah beberapa kali menulis tentang tahap-tahap menulis novel. Salah satunya di postingan Cara Menulis Novel Bagi Pemula. Hanya saja, di sana, lebih riweuh alias lebih melebar sekali karena Shirei sekaligus menyertakan pranala ke halaman tutorial Shirei yang lain di blog Tips Menulis Novel Gratis ini. Nah, di postingan kali ini, Shirei sederhanakan menjadi 7 Cara Lengkap Menulis Novel untuk Pemula supaya teman-teman langsung bisa membaca setiap langkah untuk membuat novel! Semoga lebih mudah dimengerti. Jujur aja, hal paling sulit dari menulis tuh bukan memulai menulis, tapi malah saat revisi. Akan tetapi, justru para pemula ketakutan saat hendak memulai. Padahal, mulai menulis novel tuh nggak sulit. Hal sulit lainnya yaitu konsisten sampai menulis TAMAT tanpa berpindah ke naskah baru lain. Hehehe Jangan segan bertanya di kolom komentar kalau ada tutorial yang teman-teman nggak paham, ya! Inilah : 7 Cara Lengkap Menulis Novel untuk Pemula 1. Menentukan Ide dan Tema Cerita Kadang ada yang bilang, ide datang dari mana saja. INI BENAR! Ide bisa datang dari mana saja. Bahkan jika cerita kita fantasi atau scifi, kita bisa mendapatkannya dari sekadar MIMPI! Aktif membaca, mengamati sekitar, bisa membuat kita kepikiran sebuah ide yang bagus. Shirei sering menemukan ide menulis domestic romance dari curhatan orang di media sosial. Tentu saja tidak diambil semuanya. Hanya garis besar saja sebagai ide dasar. Hindari keinginan memmbuat karya serupa setelah menonton atau membaca buku yang kita senangi. BIG NO! Khawatir jatuhnya disangka plagiat atau tanpa sadar malah nggak sengaja mirip banget. Kalau kepengin banget, bisa bikin fanfic-nya saja.  Tips untuk Menemukan Ide: 2. Membuat Karakter yang Kuat Ada penulis yang membuat karakter dulu, baru ide cerita. Namun, umumnya orang akan mikir cerita dulu, baru mikir karakter mana sih yang cocok sama ceritanya. Biar tahu karakter macam mana yang bakalan tersiksa sampai akhir [eh]. Shirei pribadi, paling senang dengan karakter yang banyak kelemahan. Karena dia akan berproses dan berkembang. Berbeda dengan karakter yang udah mapan sejak awal, hanya untuk bersenang-senang saja. Ini contoh novel Shirei yang karakter utamanya paling banyak dihujat dan paling berkembang. Cara Membuat Karakter yang Berkesan: 3. Membuat Plot atau Alur Cerita Di sini kita bisa mulai menulis Premis, lalu dikembangkan menjadi plot dan alur cerita.  Rumus sederhana premis : Karakter [sifat] + Tujuan + Halangan  Contoh dari naskah SEJEJAK LANGKAH yang Insyaallah akan terbit digital tahun depan di BIP [Bhuana Ilmu Populer] Vega yang bertobat dari masa lalunya sebagai berandalan INGIN lulus SMA dengan baik, TAPI malah diganggu oleh pembunuh kakaknya yang baru keluar dari penjara Langkah Menyusun Plot: 4. Menulis Draf Pertama Tanpa Berhenti Draft pertama ini termasuk yang akan kita unggah di platform menulis gratisan. Kalau teman-teman membaca novel shirei, beda banget antara yang di Wattpad dengan yang sudah jadi buku. Bahkan bisa nambah dan kurang karakter, lho! Jadi, ketika mengunggahnya di Wattpad atau website novel lain yang gratisan, nggak usah mikir berat-berat. Anggap ini draft pertama yang akan kita edit kelak kalau sudah tamat.  Kecuali mengunggahnya di platform berbayar, ya. Pembaca berhak mendapatkan kualitas terbaik yang kita mampu. Tips Menyelesaikan Draf Pertama: 5. Melakukan Revisi dan Penyuntingan Setelah menyelesaikan draf pertama, istirahatlah sejenak sebelum kembali membaca cerita kita. Kayak Shirei habis ngelarin Kamu Tenar, Arini? kemarin, Shirei break. Blas nggak mau baca sampai setidaknya lima hari ke depan. Setelah itu baru mulai revisi pelan-pelan.  Lalu, ini lho bedanya antara revisi dan editing. Keduanya lakukan TERPISAH, ya! Revisi duluan [poin 5], baru edit [poin 6].  Naskah paling buanyak kena revisi tuh cerita Shirei yang Deliverance – Dimensional Fugitive. Baik yang buku pertama, maupun on going buku kedua [prequel-nya].  Nulis ulang lebih dari 5 kali boooo!! Mohon doanya agar bisa terbit dengan baik 2025, ya…. Langkah-langkah Penyuntingan: 6. Melakukan Proofreading dan Tata Bahasa Big No untuk typo di sini. Perhatikan juga apa kata-kata tersebut beneran ada di KBBI. Juga perhatikan efektifitas kalimat. Kita bisa mulai membuka apk tesaurus buat nyari kata-kata yang lebih cetar membahana untuk novel kita. Cara Proofreading yang Efektif: 7. Menyiapkan Novel untuk Publikasi Jika novel sudah selesai dan disunting dengan baik, langkah terakhir adalah memikirkan cara publikasi. Kita bisa memilih untuk menerbitkan secara tradisional atau secara indie melalui platform online. Pilihan Publikasi:

7 Cara Lengkap Menulis Novel untuk Pemula Read More »

Cara Menulis Novel Bagi Pemula

Agak kaget melihat banyaknya query masuk ke web untuk mencari Cara Menulis Novel Bagi Pemula yang baik. Kalau dipikir-pikir, tutorial Shirei memang lumayan banyak, ya. Namun, bertaburan dan mungkin yang mau baca juga bingung mau mulai dari mana. Jadinya, kali ini, Shirei mau mencoba merangkum semua dalam satu postingan. Tentu saja, besar harapan Shirei kalau teman-teman membaca postingan lain agar lebih bisa dipahami. Maka, kali ini Cara Menulis Novel Bagi Pemula akan dipenuhi dengan tautan ke halaman lain yang sesuai. Sebelumnya, jangan panik! Percayalah kalau MULAI menulis novel itu tidaklah sulit. Yang bagis Shirei paling sulit justru adalah konsisten untuk terus menulis hingga tamat. Jangan khawatir juga kalau cerita kita tidaklah keren atau banyak salah. Namanya juga ketikan pertama. Nanti akan ada revisi, dll. Cara Menulis Novel Bagi Pemula 1. Cari Ide dan rumuskan Premis Untuk Premis, teman-teman bisa baca di CARA MEMBUAT PREMIS NOVEL Konsep utama dari membuat novel adalah, premis harus solid. Harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis. Apakah masalah yang diangkat cukup menarik, cukup kuat, dan mampu membuat protagonis bergerak. 2. Cari Konflik yang Sangat kuat Mencari konflik yang sangat kuat ini susah-susah gampang. Setelah tahu keinginan protagonis, lalu konflik utamanya di premis, kita harus membuat konflik-konflik yang mendukung konflik utama. Cara membuatnya bisa dicek di TIPS MENYUSUN ALUR, PLOT, dan KERANGKA 3. Silakan riset Apa itu riset? Riset adalah proses mencari data untuk dituliskan dalam novel. Entah itu tentang pekerjaan, data-data khusus, ataupun seting novel. Semua bisa dikumpulkan sebelum digunakan dalam novel. Adapun tipsnya bisa dibaca di TIPS RISET MENULIS NOVEL 4. Mulai membuat prolog Prolog adalah awalan kisah. Apa prolog harus dibuat? Tentu tidak. Hanya saja, jika bab satunya kurang nendang atau menyentak, tentu saja dipersilakan membuat prolog yang nendang agar cerita lebih gereget dan menggaet pembaca. Untuk cara membuatnya, bisa diintip ke CARA MEMBUAT PROLOG DAN EPILOG NOVEL 5. Mulai menulis.  Jangan terlalu khawatir kalau tulisan kita jelek, tidak bagus, dll. Fokus pada RASA. Tulis sebisanya, semampunya, secepatnya. Tidak perlu memikirkan diksi. Pokoknya kebut sampai ending. Kalau macet? Mungkin cara menulis kamu yang berbeda. Ada beberapa cara menulis. Silakan kamu pilih mau jadi yang mana dan disesuaikan saja. TIPE CARA MENULIS NOVEL DAN CARA MEMILIHNYA TIPS MENULIS NOVEL TANPA MACET 6. Jangan lupa tulis ending yang berkesan Akhir cerita yang baik akan membuat pembaca merasa puas setelah membaca novel kita. Pastikan semua masalah sudah selesai dan ditutup dengan baik. Open ending tidak masalah, tapi harus ada konklusi. Lalu untuk tipsnya bisa ke CARA MEMBUAT AKHIR NOVEL YANG BAIK 7. Lakukan Revisi  Berikut tips melakukan revisi agar naskah kita terpoles dan menjadi jauh lebih baik. TIPS MEREVISI NOVEL 8. Persiapkan untuk dikirim ke Penerbit /platform incaran Jangan lupa siapkan premis dan sinopsis lengkap. Hal ini sangat krusial kalau kamu pengin mengirim naskah ke penerbit. Soalnya, dari sini lah penerbit membaca intisari dari cerita kamu dan akan menentukan cerita kamu akan diterima atau tidak. PENTINGNYA SINOPSIS LENGKAP YANG BAIK —— Nah, ribet juga nyariin link semua postingan Shirei yang lawas-lawas. Sebenarnya isi blog ini juga nggak banyak. Kalau ada waktu, bisa dibaca semua dan semoga bisa memberi manfaat, ya. Kalau masih kurang paham, bisa ikut les, ya! Klik link di atas artikel atau bisa langsung KLIK INI BUAT INFO LEBIH LANJUT.  Sekian dulu Cara Menulis Novel Bagi Pemula kali ini. Kalau ada request artikel, drop komen aja, ya. Nanti kalau bisa, Shirei usahakan buatkan Sampai jumpaaaaa

Cara Menulis Novel Bagi Pemula Read More »

Lima Kesalahan Umum Seorang Penulis dan Cara Memperbaikinya

Lima Kesalahan Umum Seorang Penulis dan Cara Memperbaikinya

Ada banyak hal yang bisa kita pelajari sebagai penulis. Akan tetapi, tidak sedikit penulis yang enggan mengembangkan diri menjadi lebih baik. Entah atas alasan malas atau sudah merasa paling  canggih dalam tulis-menulis. Akibatnya, kemampuan menulisnya mandek dan tidak berkembang lagi. Eksekusi ceritanya begitu-begitu saja dan monoton. Setelah beberapa waktu, Shirei sering menerima curhatan juga menemukan pola saat memeriksa novel murid mentoring novel privat. Di situ Shirei menemukan. Lima Kesalahan Umum Seorang Penulis dan Cara Memperbaikinya Tentu saja, tidak semua penulis mau mengakui memiliki kelemahan. Kebanyakan yang enggan belajar itu, justru tidak sadar memiliki kelemahan diri. Jujur saja, memahami kelemahan diri lebih sulit dibandingkan mendapat masukan dari orang lain. Akan tetapi, hal ini tidaklah mustahil. Karena itu, buat kamu yang mau berkembang dengan baik, yuk mulai evaluasi kelemahan tulisan sendiri. Shirei pun sering melakukan ini karena jujur aja, Shirei masih jauh banget dari standar ‘bagus’ yang Shirei kejar. Jadi, kali ini Shirei bikin artikel tentang Lima Kesalahan Umum Seorang Penulis dan Cara Memperbaikinya Semoga saja kita bisa sama-sama menggali dan berkembang lebih baik lagi! Sebelumnya, kita harus mengosongkan isi kepala. Karena paling berat saat mengoreksi diri sendiri adalah perasaan bahwa semua yang kita kerjakan sudah sangat baik. Juga perasaan malu karena kita punya kelemahan yang mungkin sudah dilihat pembaca. Singkirkan semua rasa jengah agar kita bisa menulis dengan lebih baik. Lima Kesalahan Umum Seorang Penulis dan Cara Memperbaikinya 1. Tidak Mau Revisi Tidak ada tulisan yang sekali jadi. Semua pasti butuh REVISI. Dan meski tampak membosankan, proses ini harus dilalui oleh kita sebagai penulis. Lakukan Revisi dulu, baru diedit. Jangan menggabungkan kedua proses bersamaan. Nanti kepala pusing dan malah tidak fokus. Eh? Bedanya apa? Ini dia bedanya. Kalau bingung, langsung tanya aja di kolom komentar, ya!   2. Kurang Fokus Premis tidak kuat hingga kisah pun melenceng ke mana-mana. Cara membuat premis bisa dibaca di Cara Membuat Premis Novel Misal, tentang seorang Pembunuh Bayaran yang ingin bertobat jatuh cinta pada seorang penjahit tetangganya yang ternyata korban rudapaksa rnam orang. Namun, di tengah kisah melebar tentang konflik di tempat kerja si mantan pembunuh, lalu membahas soal pekerjaan jahitnya, dll. Memang terlihat ‘nyambung’, tapi sebenarnya melenceng. Apa pun tipe menulis kita, baik plotter maupun pantser, pastikan premisnya kuat dulu. Lihat bagaimana Shirei membuat cerita Asa dan Gara tetap fokus pada track-nya, meski tampaknya tetap harus ada revisi besar untuk memperbanyak perjuangan Gara lepas dari masa lalunya sebelum mendapatkan Asa. 3. Kalimat Tidak Efektif dan berputar-putar Kalau bermain di platform premium, pasti sudah tidak asing dengan ‘dibayar berdasarkan banyaknya jumlah kata‘. Hal ini mengakibatkan tulisan jadi melebar tidak karuan. Misal penyebutan warna mata berulang-ulang. Penyebutan pakaian di satu scene yang sama berkali-kali, dll. Sebenarnya, kalau menulisnya sistem kebut-kebutan, maka akan sulit sekali menghindari pemborosan kata ini karena tidak adanya waktu untuk mengedit. Namun, jika untuk buku cetak, ada baiknya untuk membaca ulang dan melakukan editing yang diperlukan. Bersabarlah untuk membaca ulang karya kita dari awal. 4. Terlalu terpengaruh Pembaca Saat kita sudah menentukan pasangan cerita kita, misal A dengan B dan bukan dengan C, lalu banyak pembaca protes. Kita akhirnya berubah ke C. Padahal tidak ada hint-hint kalau C tuh bakalan jadi sama A. Bisa jadi malah plot hole. Atau ada penulis yang tiap pembaca marah-marah dan menuntut plot sesuai keinginan mereka, penulis pun ikutan. Akibatnya, plot hole bisa terjadi di mana-mana. Ayo angkat kepala! Jangan mau diatur pembaca jika kita sudah punya rencana matang dengan cerita kita. Kalau mau mengambil ide pembaca, harus dipastikan baik-baik semua sudah ‘mulus’ dan tidak akan menimbulkan kesalahan. 5. Berhenti Sebelum Selesai Jangan tergoda menulis cerita baru kalau cerita lama belum selesai. Karena, biasanya meski cerita baru terlihat lebih indah, tapi akan berhenti jika tiba-tiba kita menemukan ide baru lagi. Tulis saja premis kasar. kalau belum puas, bikin juga covernya lalu simpan di draft. Yang penting ‘lega’ dulu. Untuk Tips Mendesain Cover bisa dibaca di sini —- Nah, itu kesalahan umum yang cukup sering Shirei temui dan bahkan juga Shirei miliki. Teman-teman biasa kena yang mana? Shirei nomor 2. Ahahaha Romance selalu kebawa gelut. lol Semoga artikel Lima Kesalahan Umum Seorang Penulis dan Cara Memperbaikinya ini membantu, ya! Jangan ragu untuk drop komen kalau ada yang mengganjal. Kalau ada notifnya, InsyaAllah Shirei coba balas. Sampai jumpaaa….

Lima Kesalahan Umum Seorang Penulis dan Cara Memperbaikinya Read More »

Cara Membuat Akhir / Ending Novel yang Baik

Cara Membuat Akhir / Ending Novel yang Baik

Ada banyak cara untuk mengakhiri novel yang kita tulis. Mau itu berakhir bahagia, sedih, atau akhir yang terbuka supaya pembaca bisa mengkhayalkan ceritanya sendiri. Shirei pribadi paling suka menulis dan membaca novel yang memiliki akhir bahagia. Soalnya di tengah udah menderita. Kalau sampai akhir tetap menderita rasanya kok mengenaskan. Ahahaha Tentu saja, tidak ada larangan untuk membuat akhir tragis dan menyedihkan hingga menguras air mata pembaca hingga kisah novel kita pun terasa nyata. Akhir seperti ini biasanya akan lebih diingat karena umumnya memberi dampak lebih besar daripada akhir yang bahagia. Kita bukan akan membahas tiga tipe ending cerita, tapi lebih ke Cara Membuat Akhir / Ending Novel yang Baik. Ending seperti apa yang tetap bisa diterima pembaca meskipun pada akhirnya hero / heroine tidak berakhir bahagia. Bagaimana menyusun akhir kisah yang membuat pembaca merasa puas dan tidak berpikir bahwa karya yang kita tulis ‘nggak jelas. Ini mungkin ada sedikit gambaran tentang pengertian akhir cerita yang bagus versi Shirei. Buat yang nggak bisa membuka gambar, Shirei salinkan tulisannya. Akhir yang baik adalah akhir yang masuk akal dan menyelesaikan semua masalah yang dijabarkan di awal cerita. Pembaca juga akan menghapuskan semua pertanyaan dari kepala saat membaca novel yang kita tulis. Bahkan ending yang sangat baik adalah akhir yang akan dikenang pembaca hingga nanti. Nah, Lalu bagaimana sih membuat akhir yang baik itu? Pertama-tama, dilansir dari laman Masterclass, yang harus diingat ada empat hal yang membuat sebuah akhir novel menarik : 1. Resolusi: Akhir cerita harus selalu merangkum dan menyelesaikan konflik utama yang kita susun di awal novel. Seorang pembaca harus memiliki perasaan bahwa ceritanya sudah selesai. 2. Transformasi: Tidak hanya plot yang selesai, karakter utama pun harus BERUBAH menjadi sesuatu yang berbeda daripada bagaimana mereka ada di awal cerita. Entah semakin baik atau semakin buruk, semua tergantung pada cerita. Yang jelas, perubahan ini penting karena di sinilah pembaca akan merasakan perjuangan pemeran utama telah mendapatkan ‘hasil’. Jadi ini adalah Cara Membuat Akhir / Ending Novel yang Baik 3. Ketegangan: Ketika mau menuju akhir, pembaca sebaiknya dibuat setegang mungkin di konflik utama. Hingga saat pembaca masuk ke bagian akhir, kepuasan itu melonjak! Seperti saat kita menonton pertandingan bulutangkis di mana draw di akhir pukulan. Begitu kemenangan tiba, rasanya SUPER sekali daripada yang sejak awal sudah memimpin di depan. 4. Kejutan: Banyak yang suka akhir yang mengejutkan. Namun, bagi Shirei, tidak bisa membuat plot twist pun tak mengapa. Karena cerita yang baik tidak ditentukan oleh banyaknya plot twist. Namun, bagaimana kisah kita bisa membuat pembaca bertahan membaca sampai akhir dan merasakan kepuasan 💖💖💖 Setelah mengetahui empat alasan akhir novel kita dinilai baik, sekarang kita bergerak ke Cara Membuat Akhir / Ending Novel yang Baik 1. Pastikan kita tahu akhir sebelum mulai menulis Gimana kalau tipe pantser yang maunya langsung nulis nggak pakai plotting?  Enggak pakai plotting bukan berarti nggak ada perencanaan. Umumnya, cerita yang sudah diketahui akhirnya akan lebih mudah disusun daripada yang sambil jalan. Mengurangi kemungkinan plot hole, juga masalah yang tidak selesai. Coba dibayangkan kita mau jalan, tapi nggak tahu mau ke mana. Akhirnya cuma muter-muter ngabisin bensin, tapi nggak tahu mau ke mana. Tiba-tiba pengin ke Bandung, eh, lupa bawa koper misalnya. Berbeda kalau kita mau ke Surabaya. Kita bisa mengecoh pembaca berpura-pura mau Ke Jogja ternyata lanjut ke Surabaya. Semacam itulah. Tidak perlu kerangka detail kalau kamu termasuk penulis pantser. Namun, setidaknya, mengetahui apa akhir ceritamu akan sangat membantu 2. Pastikan karakter amat menderita di klimaks cerita Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa semakin ketegangan memuncak, kemenangan akan terasa semakin manis 3. Pastikan karakter berubah Jika kamu tidak terbiasa membuat plot sebelum menulis, setidaknya buat sebaik mungkin karakter novelmu, bahkan yang karakter antagonisnya. Karakter tidak harus menjadi lebih baik, bisa saja dia meninggal atau bahkan masuk penjara. Namun, karakter ini HARUS BELAJAR menjadi sesuatu yang baru karena perjalanannya selama bertualang di dunia novel yang kita tulis. Perubahan ini sebaiknya signifikan, mencolok, dan terasa penting bagi cerita. Misal di kisah Asam Garam Asa dan Gara, Gara si Pembunuh bayaran pas akhir berubah jadi sosok yang berjuang menjadi suami yang saleh. Demikian Asa yang korban rudapaksa hingga trauma pada laki-laki, akhirnya berjuang menjadi istri yang salehah. 4. Pastikan semua masalah selesai Kalau kamu tipe pantser, tiap ada masalah, tolong dicatat. Jadi kalau masalah tersebut selesai, beri ceklis. Jangan sampai pas ending masih ada misteri yang tidak terselesaikan. 5. Pastikan akhirnya tidak memaksa Banyak akhir yang berujung memaksakan cerita demi plot twist. Misal tadinya sepanjang cerita A mau dijodohkan dengan B. Tiba-tiba tanpa petunjuk apa-apa, hanya karena ingin membuat ending yang mengejutkan, kita membuat A jadian sama C. Padahal belum pernah ada latar belakang bagaimana C bisa mungkin jadian sama A. Akhirnya cerita jadi terasa memaksakan dan janggal. 6. Tidak perlu sampai happily ever after Kadang, kita nggak perlu membuat akhir yang sampai punya anak. Kadang, untuk kisah romansa, cukup sampai lamaran pun boleh. Intinya, jangan terlalu mengekang pikiran pembaca, Biarkan mereka berkreasi sendiri akan akhir ceritanya. 💖💖💖 Demikianlah, Cara Membuat Akhir / Ending Novel yang Baik Kamu suka akhir novel yang bagaimana? Happy end? Sad end? Gantung end? Ahahahah

Cara Membuat Akhir / Ending Novel yang Baik Read More »

error: Maaf, tidak diperkenankan klik kanan. Tautan akan terbuka langsung ke halaman baru.
Scroll to Top