Menulis Novel

5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa

5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa

Bab yang paling sering Shirei revisi adalah bab pertama. Entah itu PROLOG atau BAB 1. Kenapa? Karena di bab awal inilah kita harus mampu membuat pembaca tertarik membaca. Oke, memang blurb juga berpengaruh, tapi saat ikutan lomba novel, bab 1-3 biasanya termasuk yang dinilai. Jadi, jangan ragu untuk membuang bab pertama novel kita jika memang dirasa perlu. 5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa Kita kadang mendengar bahwa pace yang slow burn lebih mudah dinikmati pembaca. Mulai dengan deskripsi pemandangan, latar belakang tokoh, atau flashback masa kecil. Memang ini masalah selera, ya? Namun, coba kita amati: Berapa banyak novel bestseller yang benar-benar diawali dengan adegan kalem? The Hunger Games langsung lempar kita ke hari Reaping. Da Vinci Code buka dengan mayat ‘polos’ di Louvre. Dan novel-novel thriller laris manis itu—mengejutkan sejak halaman 1.   Tentu kita tidak bisa berkata bahwa SEMUA seperti itu. Masih banyak juga novel best seller yang openingnya teduh. Namun, apa sampai 3 bab isinya kalem? Agatha Christie biasanya tokoh utama langsung terlibat kasus di bab pertama. Kok bisa begitu? Karena banyak pembaca zaman sekarang bukan penikmat teh yang sabar. Mereka penyuka rollercoaster yang ingin langsung dicekik konflik, dibanting ke tembok, lalu ditanya: “Mau bertahan atau kabur?” Ini ajaran yang sering Shirei dapat dari mentor-mentor Shirei. Dan inilah 5 alasan mengapa kita harus menyiksa pembaca sejak kalimat pertama—bukan malah menyajikan mereka sup ayam hangat.   1. Pembaca Bukan Kritikus Sastra—Mereka Pemburu Keseruan Bayangkan ini:   – Seorang ibu rumah tangga sedang istirahat dari pusing mengatur keuangan rumah tangga.  – Seorang mahasiswa stres menunda skripsi.   – Seorang karyawan bosan sepulang kerja.   Apa yang mereka cari di novel? Pelarian! Bukan puisi tentang daun yang gugur.  Ini juga mungkin alasan works puisi Shirei jarang ada yang baca. Sedih, tapi ya gimana. Penikmat puisi memang tidak seramai cerita-cerita yang menyuguhkan keseruan.  “Tapi, aku mau menulis opening yang tenang!” Tenang. Buku-buku sastra pemenang penghargaan pun, meski bahasanya tenang, tapi tetap dimulai dengan konflik. Contoh:   – “Hari itu ibunya bunuh diri.” — Laskar Pelangi (Andrea Hirata).   – “Aku dengar suara jeritan dari kamar mandi.” — Perahu Kertas (Dee Lestari).   Shirei sendiri menggunakan opening macam ini beberapa kali. “Ingin mati saja.” – Eyenomaly “Aku ingin jadi tuli.” – Menjemput Pulang Berasa bedanya, kan, dengan thriller? Mereka tetap menghantam pembaca dengan emosi kuat di halaman pertama—bedanya, pukulannya pakai sarung tangan beludru. Tetap ber-damage, tapi lembutan dikit. lol 2. Algoritma Pembaca Online Itu Kejam Kita hidup di era sample chapter dan penuhnya cerita gratis di platform kepenulisan. Saat calon pembaca meng-klik blurb, mereka hanya baca 1-3 bab pertama. Jika tidak ada darah, air mata, atau ledakan di halaman itu—goodbye pembaca.  Kalau mau coba disurvey,  –  Banyak pembaca mengaku skip bab 1 jika tidak ada ketegangan dalam 500 kata pertama.   – Novel dengan kalimat pembuka provokatif punya conversion rate 2x lebih tinggi di e-commerce.   Solusinya: – Hapus semua deskripsi cuaca di halaman 1.   – Ganti prolog dengan adegan yang membuat pembaca bertanya, “Apa-apaan ini?!”   Contoh: “Mayat itu tersenyum. Aneh—jenazah seharusnya tidak bisa memegang pisau daging.” 3. Tokoh Akan Terlihat Lebih Manusiawi Saat Kacau Character development itu penting, tapi jangan dikira pembaca mau berkencan dulu dengan tokoh kita. Kasih mereka alasan untuk peduli—sebelum tokoh kita sempat memperkenalkan diri. Contoh:   – Daripada menceritakan Nunu sangat suamiable, langsung tampilkan Nunu memasak untuk kemenakan yang diasuhnya. [Titik Buta – Shireishou] Dengan begitu, pembaca langsung tahu si Nunu :   – Tidak patriarki yang negatif  – Jago masak  – Sayang keluarga.   Simple. Cuma scene memasak, tanpa perlu monolog 3 halaman! 4. “Misteri adalah Candu—Bukan Romansa Kita manusia spoiler-driven [ada ga sih istilah ini?]. Kita rela begadang baca novel cuma untuk tahu: Siapa pembunuhnya? Apakah mereka akan selamat? Apa maksud adegan kucing hitam di bab 1 itu? dll. Namun, misteri hanya bekerja jika ditanamkan sejak awal. Contoh :   – Kenapa barang yang seharusnya hanya diketahui Badan Intelegen Negara, bisa ada di tas berisi narkoba? → Memicu pertanyaan: Barang apa? Kenapa di sana? Apa hubungannya dengan narkoba? [TITIK BUTA] – Pesan itu hanya berisi koordinat GPS dan dua kata: ‘Istrimu di sini.’ → Memicu rasa ingin tahu: Apa istrinya masih hidup? Apa yang ada di lokasi GPS? Siapa yang melakukannya [ASAM GARAM ASA DAN GARA] Jangan buang waktu dengan pengantar. Lempar saja bom pertanyaan—biar pembaca yang kepo memicu ketagihan.   5. Pembaca Kadang Butuhnya Misuh Konflik adalah nyawa cerita. Namun, konflik terbaik bukanlah perang besar di akhir cerita—melawan diri sendiri, pacar yang selingkuh, atau deadline kerja.   Konflik terbaik adalah musuh yang muncul di halaman pertama. Dan musuh, nggak selalu tentang antagonis jahat perusak dunia, ya! Contoh:   – Surat penolakan bewasiswa ke Jepang membuat impiannya kandas. → Musuh: kegagalan.   [Menjemput Pulang – Shireishou] – Ada mayat di ruang kerjaku. → Musuh: misteri dan ancaman akan menjadi tersangka.  Musuh awal = seolah menjadi janji pada pembaca: “Novel ini Insyaallah akan seru, aku tidak bohong.” Jadi, biarkan pembaca misuh tentang betapa kesalnya mereka sama antagonis atau bahkan protagonis cerita kita. Biarkan mereka puas untuk membaca alur cerita kita. —– Jadi, Harus Mulai dari Mana? Hapus bab pertama yang kamu tulis tahun lalu. Tanya diri sendiri: Adegan paling brutal/misterius/bikin kepo di novelku ada di mana? Ambil adegan itu, taruh di halaman 1. Edit sisanya biar nyambung. Kita bukan penulis yang kejam—kita hanya memberi pembaca apa yang mereka mau: cerita yang menyiksa, tapi bikin nagih. Sudah siap menyiksa pembaca? [Postingan ini bakal kena semprit google ga, ya?] Ahahahah  

5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa Read More »

3 Alasan Kenapa Novel Kita Gak Laku?

3 Alasan Kenapa Novel Kita Gak Laku? Bukan Selalu Karena Jelek, lho!

Pernah nggak sih, kamu merasa novelmu sudah bagus, tapi kok sepi peminat? Atau mungkin, kamu sudah promosi habis-habisan, tapi hasilnya tetap nol besar? Saran Shirei, jangan buru-buru nyalahin kualitas tulisanmu! Bisa jadi, masalahnya bukan di sana, lho! Di artikel kali ini, kita akan bahas 3 Alasan Kenapa Novel Kita Gak Laku? Bukan Selalu Karena Jelek, lho! Nah, BUKAN KARENA JELEK ini sudah Shirei alami berkali-kali. Kita akan bahas alasan selain “jelek” yaaaa….. Namun, Shirei juga tetap menyarankan, sebelum ngirim ke penerbit lain, tetap revisi dulu, yaaa!! 3 Alasan Kenapa Novel Kita Gak Laku: 1. Salah Target Market Yap, menulis novel itu nggak cuma soal bikin cerita yang menarik. Tapi juga tentang siapa yang akan membaca cerita kita. Kalau kita nggak tahu siapa target pembaca kita, ya wajar saja novel kita gak laku. Nah, di artikel ini, kita akan bahas tuntas kenapa riset pasar itu penting, bagaimana cara melakukannya, dan tips SEO untuk penulis agar novelmu bisa lebih mudah ditemukan. A. Kenapa Riset Pasar Itu Penting? Banyak penulis yang menganggap remeh riset pasar (Shirei dulu juga begitu). Mereka berpikir, “Yang penting ceritanya bagus, pasti ada yang baca.” Namun, kenyataannya nggak sesederhana itu. Bayangkan kita menulis novel fantasi dengan tema kerajaan. Namun, kita mempromosikannya ke pembaca yang lebih suka genre horor dan diunggah ke platform spesialis drama rumah tangga. Apa yang terjadi? Novel kita pasti akan diabaikan, bukan karena ceritanya jelek, tapi karena tidak sesuai dengan selera pembaca. ❤️ Fakta Menarik yang Baru Shirei Temui: Menurut data dari Goodreads, pembaca memiliki preferensi genre yang sangat spesifik. Misalnya, pembaca genre fantasi cenderung loyal dan mencari cerita dengan world-building yang kuat. Sementara, pembaca romance lebih tertarik pada karakter yang relatable dan konflik emosional. Jadi, riset pasar membantu kita : – Mengetahui siapa target pembaca kita. – Memahami apa yang mereka cari dalam sebuah novel. – Menyesuaikan gaya penulisan dan promosi dengan selera mereka. B. Cara Melakukan Riset Pasar untuk Novel Nah, sekarang kita masuk ke bagian yang paling penting, gimana cara melakukan riset pasar? a. Identifikasi Genre dan Subgenre Pertama, tentukan genre novel kita. Apakah itu romance, fantasi, thriller, atau mungkin spionase? Setelah itu, cari tahu subgenrenya. Misalnya, untuk genre romance, ada subgenre seperti young adult, historical romance, atau dark romance. Tips: – Gunakan platform seperti Goodreads atau Amazon untuk melihat kategori dan subgenre yang populer. Kalau sulit, bisa langsung ke platform incaran kayak Karyakarsa, Wattpad, KBM, dll – Baca review pembaca untuk memahami apa yang mereka suka dan tidak suka. b. Kenali Target Pembaca Setelah tahu genrenya, langkah selanjutnya adalah mengenali target pembaca. Siapa mereka? Berapa usianya? Apa hobi mereka? Contoh: Jika novel bergenre young adult romance, target pembacamu kemungkinan besar adalah remaja usia 15-25 tahun yang suka dengan cerita cinta ringan tapi penuh drama. Bisa masukin hobi yang lagi tren. c. Analisis Kompetitor Cari novel-novel yang sejenis dengan milik kita. Apa yang membuat novel tersebut sukses? Bagaimana cara mereka mempromosikannya? Tips: – Baca sinopsis dan review kompetitor. – Perhatikan cover design, blurb, dan harga mereka. d. Gunakan Tools SEO untuk Penulis SEO (Search Engine Optimization) bukan cuma untuk blog atau website. Kita juga bisa memanfaatkan SEO untuk meningkatkan visibilitas novel kita di google, lho! Ada cukup banyak pembaca novel Shirei yang justru nemu Wattpad Shirei dari Google. Bukan dari Wattpad. e. Tips SEO untuk Penulis Setelah melakukan riset pasar, langkah selanjutnya adalah memastikan novel kita mudah ditemukan oleh pembaca. Nah, ini dia tips SEO untuk penulis: 1. Pilih Keyword yang Tepat Gunakan keyword yang relevan dengan genre dan sering dicari oleh pembaca. Misalnya, jika novelmu bergenre spionase, gunakan keyword seperti “novel aksi spionase”, “cerita agen rahasia”, atau “Novel dengan plot twist tak terduga”. 2. Optimasi Judul dan Sinopsis Judul dan sinopsis adalah hal pertama yang dilihat oleh pembaca. Pastikan keduanya mengandung keyword yang relevan. Contoh: – Judul: “Titik Buta: Rahasia di Balik Badan Intelegen Negara” – Blurb : “Danudara menemukan tas berisi pistol dan narkoba saat bekerja. Masalahnya, pemiliknya ingin membunuh siapa saja yang mengetahui keberadaan tas itu. Akankah pria itu mampu menyelamatkan kemenakannya yang diculik? Kemenakan yang diserahkan kepadanya semenjak kakak dan iparnya tewas dalam sebuah kecelakaan misterius saat dirinya masih bertugas di Badan Intelegen Negara.” 3. Manfaatkan Review Buku Review buku adalah tempat yang tepat untuk memasukkan keyword. Tapi, jangan terlalu memaksakan. Pastikan deskripsi tetap natural dan menarik. Review ini bisa di sosmed sendiri atau blog kayak gini. 4. Gunakan Tag dan Kategori yang Relevan Saat mengupload novel ke platform seperti Wattpad, pastikan kamu memilih tag dan kategori yang sesuai. Ini akan membantu novelmu muncul di hasil pencarian yang relevan. Kembali ke 3 alasan novelmu nggak laku 2. Salah Promosi Meskipun sudah melakukan riset pasar dan optimasi SEO, banyak penulis yang masih melakukan kesalahan berikut: a. Mengabaikan Cover Design Cover adalah hal pertama yang dilihat oleh pembaca. Pastikan cover menarik dan sesuai dengan genre. Shirei termasuk orang yang sering terjebak cover. Ahahaha b. Harga yang Tidak Kompetitif Harga yang terlalu mahal bisa membuat pembaca enggan membeli. Tapi, harga yang terlalu murah juga bisa menimbulkan kesan bahwa novel kita kurang berkualitas. Risetlah harga dulu sebelum menentukan harga novel kita [jika selfpub atau platform berbayar] c. Promosi yang Tidak Tepat Promosikan novel kita di platform yang sesuai dengan target pembaca. Misalnya, jika targetmu adalah remaja, gunakan Instagram atau TikTok. 3. Takdir Ilahi Mungkin teman-teman berpikir, “Lah… semua juga tahu poin ke tiga ini.”. Namun, Shirei cuma ngingetin ulang. Soalnya, kadang, kita malah jadi pesimis ketika poin satu dan dua sudah dilaksanakan dengan baik, kok FYP aja nggak pernah. Serius, buat Shirei, tugas manusia itu berjuang sebisanya. Jujur, Shirei juga bukan penulis yang terkenal-terkenal banget. Namun, yang penting usaha aja terus. Update cerita rutin, promosi rajin. Sisanya udah pakai jalur langit aja. Lupakan statistik, karena bikin stres banget. Kalau ada ortu/suami, minta restu mereka. Semoga Allah mudahkan dan berkahkan jalan kita, ya! Shirei sendiri udah lama nggak melakukan riset ini. Ahahaha Sejak beranak tiga, makin sedikit waktu untuk menulis, jadi Shirei fokus ke anak-anak saja. Menulis ya karena ingin ada yang Shirei sampaikan dalam karya Shirei ke khalayak. Buat Shirei, setiap karya

3 Alasan Kenapa Novel Kita Gak Laku? Bukan Selalu Karena Jelek, lho! Read More »

Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel

6 Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel

Dapat request dari teman di KLIP [Kelas Literasi Ibu Profesional]. Semoga bermanfaat, ya! Mendeskripsikan latar dan suasana adalah seni yang sebenarnya susah-susah gampang. Kita sering kali dihadapkan pada dilema: bagaimana caranya menggambarkan tempat dan suasana yang jelas tanpa membuat pembaca bosan? Deskripsi yang terlalu panjang bisa membuat pembaca kehilangan minat, tetapi deskripsi yang terlalu dangkal dapat membuat cerita terasa hampa. Bahkan bisa kena yang disebut white room syndrome. Alias, pembaca nggak ada bayangan si Tokoh lagi ada di mana. Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel Dalam artikel ini, kita akan membahas cara mendeskripsikan latar dan suasana dengan efektif dan menarik dalam menghidupkan cerita. Mengapa Latar dan Suasana Itu Penting? Latar dan suasana jangan biarkan jadi sekadar dekorasi dalam cerita. Keduanya adalah elemen yang membantu pembaca memahami dunia tempat cerita berlangsung dan merasakan emosi di dalamnya. Latar membantu pembaca memahami di mana dan kapan cerita terjadi, sementara suasana memberikan keterikatan dan empati yang melingkupi adegan tersebut. Jika kita berhasil memadukan keduanya, pembaca nggak hanya membaca cerita kita, tetapi juga merasakan dunia ciptaan kita dan mengalami kejadian seperti tokoh-tokoh kita. Tips Mendekskripsikan Latar dan Suasana 1. Gunakan Indra, Bukan Hanya Mata Kita cenderung terlalu fokus pada apa yang terlihat ketika mendeskripsikan latar. Padahal, dunia di sekitar kita juga hidup lewat suara, bau, rasa, dan sentuhan. Menggunakan kelima indra dapat membuat deskripsi kita lebih hidup dan realistis. Contoh sederhana: Roti di toko kue itu tampak lezat dan membuatku lapar. Kita bisa memperkaya deskripsi itu menjadi: Kilau keemasan roti yang baru keluar dari panggangan begitu memesona. Lelehan mentega mengilap menebarkan aroma yang menggelitik hidung. Kuhidu dalam-dalam hingga air liurku menetes tanpa malu, dll. Deskripsi seperti ini tidak hanya menggambarkan apa yang terlihat, tetapi juga membawa pembaca “merasakan” lingkungan tersebut. Bayangkan mereka mencium aroma khas roti atau membayangkan keinginan untuk ikut makan roti mentega. Kombinasi indra akan membuat latar terasa nyata. 2. Integrasikan Deskripsi dengan Plot Salah satu kesalahan yang sering kita lakukan adalah memisahkan deskripsi latar dari plot. Akibatnya, deskripsi terasa seperti sekumpulan teks yang tidak bergerak, sehingga pembaca tergoda untuk melewatinya. Shirei sering skip seting gara-gara ini. T_T Solusinya adalah mengintegrasikan deskripsi dengan tindakan karakter. Contoh: Daripada menulis: Ruang tamu itu gelap dan penuh debu. Coba gini: Dia meraba dinding mencari sakelar lampu. Ketika matanya memejam sedikit beradaptasi dengan cahaya yang mendadak hadir, debu-debu terlihat berterbangan di udara dan aroma apek menyergap hidung. Deskripsi ini tidak hanya memberikan informasi tentang ruangan, tetapi juga memadukannya dengan plot yang melibatkan karakter. Pembaca akan merasa lebih terhubung dengan adegan tersebut. 3. Gunakan Metafora dan Perumpamaan Metafora dan perumpamaan adalah senjata ampuh untuk membuat deskripsi kita lebih memikat. Dengan membandingkan sesuatu dengan hal lain yang familiar, kita dapat memancing imajinasi pembaca tanpa harus memberikan detail yang terlalu panjang. Contoh: “Hutan itu gelap dan menyeramkan.” Bisa diubah menjadi: “Hutan itu seperti monster yang tertidur dengan sulur pepohonan seperti tangan yang siap mencekik siapa pun yang berani datang.” Metafora nggak cuma membantu pembaca membayangkan latar, tetapi juga menciptakan suasana yang lebih dalam. Gunakan perumpamaan yang sesuai dengan mood cerita kita. 4. Pilih Diksi yang Mendukung Suasana Pemilihan diksi adalah kunci untuk menciptakan suasana yang tepat. Kata-kata yang kita pilih harus mencerminkan feel yang ingin kita sampaikan. Misalnya, untuk menciptakan suasana tegang, gunakan kata-kata pendek dan tajam seperti “dingin,” “sunyi,” atau “menusuk.” Sebaliknya, untuk suasana damai, gunakan kata-kata lembut seperti “hangat,” “berembus,” atau “tenang.” Contoh: “Malam itu sunyi dan dingin.” Bisa diubah menjadi: “Aku merindukan suara jangkrik yang biasanya saling bicara kala malam. Bahkan kopi yang baru kubuat di meja sudah kehilangan asap, padahal baru beberapa menit berada di sana. Aku menggigil ketika angin menggigit pori-pori yang tak terlindungi kaus pendek.” Perhatikan bagaimana pilihan kata seperti “merindukan” dan “menggigit” menciptakan suasana yang lebih kuat dibandingkan deskripsi yang biasa. Ini satu dari Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel yang buat Shirei paling menyenangkan buat diulik. Heheh 5. Hindari Overload Detail Mendeskripsikan setiap elemen di latar bisa menjadi jebakan. Kita mungkin tergoda untuk menggambarkan setiap sudut ruangan, setiap warna daun di hutan, atau setiap suara di pasar. Namun, terlalu banyak detail bisa membuat pembaca merasa kewalahan dan bosan. Sebaliknya, pilih detail yang paling relevan dengan cerita atau suasana yang ingin kita bangun. Contoh: Daripada menulis: “Meja itu penuh dengan buku, kertas, pena, secangkir kopi, dan piring bekas makan.” Pilih detail yang penting jika kisah tentang novelis: “Di atas meja, secangkir kopi yang sudah dingin berdampingan dengan setumpuk naskah yang penuh coretan.” Deskripsi ini tidak hanya memberikan informasi tentang latar, tetapi juga menyiratkan sesuatu tentang karakter—mungkin dia sibuk, lelah, atau terjebak dalam pekerjaannya. 6. Jangan Abaikan Tempo Cerita Deskripsi yang terlalu panjang dapat mengganggu tempo cerita, terutama di adegan yang penuh aksi. Saat cerita sedang menegangkan, gunakan deskripsi singkat dan tajam untuk mempertahankan intensitas. Sebaliknya, di adegan yang lebih lambat, kita bisa mengambil waktu untuk menggambarkan latar secara mendalam. Contoh: Adegan aksi: “Suara tembakan menggema di lorong sempit. Bau mesiu menusuk hidung saat dia berlari menuju pintu keluar.” Adegan tenang: “Di bawah langit senja, rerumputan bergoyang lembut ditiup angin. Dia duduk diam, menikmati kehangatan terakhir matahari sebelum malam menyelimuti.” Dengan menyesuaikan panjang dan detail deskripsi dengan tempo cerita, kita dapat menjaga perhatian pembaca tanpa mengorbankan suasana. Kesalahan yang Sebaiknya Kita Hindari Diksi Klise: Hindari deskripsi yang terlalu umum atau klise, seperti “Langit biru cerah” atau “Matahari terbenam yang indah.” Cobalah menggambarkan elemen-elemen unik dari latar tersebut. Latar tidak mendukung plot: Ingatlah bahwa latar dan suasana harus mendukung cerita dan karakter kita. Jangan biarkan deskripsi terasa seperti tempelan yang tidak relevan. Latihan untuk Memperkuat Narasi Kita Pilih Tempat Favoritmu: Misalnya, taman, kafe, atau kamar tidur. Deskripsikan Tempat Itu Menggunakan Indra Selain Mata: Apa yang terdengar, terasa, atau tercium? “Di taman, aroma bunga melati bercampur dengan bau tanah basah. Angin sejuk membawa suara tawa anak-anak yang berlari di sekitar air mancur.” Eksperimen dengan Suasana: Gunakan tempat yang sama untuk menciptakan suasana yang berbeda. Misalnya, bagaimana taman itu terasa saat bahagia? Bagaimana jika menyeramkan? Mendeskripsikan latar dan suasana bukan hanya soal menggambarkan tempat, tetapi juga soal menciptakan pengalaman yang menyentuh pembaca. Dengan memanfaatkan indra,

6 Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel Read More »

5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi

5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi

Menulis novel kadang dianggap pekerjaan kreatif yang penuh aturan baku. Banyak penulis pemula terjebak dalam mitos yang membuat proses menulis terasa sulit dan membatasi kreativitas. Dalam artikel ini, kita akan membongkar lima mitos paling sering Shirei dengar tentang menulis novel yang selama ini dipercaya banyak orang. Tinggalkan mitos ini dan kita akan menemukan kebebasan serta kenikmatan dalam menulis! Inilah 5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi   Mitos 1: “Harus Menulis Outline yang Detail Sebelum Mulai Menulis” Kenyataannya: Tidak semua penulis membutuhkan outline. Banyak buku panduan menulis menekankan pentingnya membuat outline sebelum mulai menulis. Sebagian besar penulis pemula akhirnya menghabiskan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan hanya untuk menyusun outline yang sempurna. Ketika akhirnya mulai menulis, mereka merasa terikat dengan outline tersebut dan kehilangan fleksibilitas untuk mengembangkan cerita secara bebas. Namun, ada dua tipe penulis: Plotter: Penulis yang merancang cerita secara detail sebelum mulai menulis. Shirei masuk ke sini. Jadi, meskipun Shirei tipe ini, Shirei juga melihat banyak kenalan Shirei yang berhasil menulis novel dengan sangat baik meski tanpa kerangka detail Pantser: Penulis yang lebih suka menulis tanpa rencana dan membiarkan cerita berkembang sendiri. Gabungan : Ini tipe yang gabungan tipe Plotter dan Pantser. Bikin premis, lalu sisanya ditulis dengan kebebasan Tidak ada metode yang salah. Jika kamu merasa nyaman menulis tanpa outline, itu tidak masalah. Kabarnya, beberapa penulis terkenal seperti Stephen King adalah pantser sejati. Mereka mulai dengan premis sederhana, lalu membiarkan cerita mengalir. Tip: Jika tidak suka outline, cobalah membuat “garis besar minimal” berupa poin-poin besar tentang alur atau ending. Eksperimenlah dengan kedua pendekatan untuk menemukan apa yang paling cocok. Mitos 2: “Tulisan Pertama Harus Bagus dan Rapi” Kenyataannya: Draf pertama adalah tempatmu membuat kesalahan. Salah satu kesalahan terbesar penulis adalah mencoba membuat setiap kalimat sempurna saat pertama kali menulis. Kita menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk merangkai satu paragraf, yang pada akhirnya malah membuat mereka kehilangan feeling sama cerita sendiri. Draf pertama adalah langkah awal, tempat untuk menuangkan ide mentah ke atas kertas. Tulisan ini tidak perlu sempurna. Bahkan, draf pertama sering kali penuh dengan kekurangan: plot bolong, dialog kaku, atau deskripsi yang terlalu panjang. Banyak penulis profesional menegaskan pentingnya membuat “draf pertama yang jelek.” Revisi adalah bagian penting dari proses menulis, di mana kamu bisa memperbaiki dan mempercantik tulisanmu. Tip: Biarkan draf pertama penuh kekacauan. Fokuslah pada menyelesaikan cerita, merasakan apa yang dirasakan karakter, bukan pada kesempurnaan teknis. Ingat, karya masterpiece yang kita baca di toko buku telah melalui puluhan kali revisi dan ditolong oleh editor profesional. Mitos 3: “Karakter Utama Harus Disukai Pembaca” Kenyataannya: Karakter utama tidak harus disukai, tapi harus menarik. Banyak penulis merasa bahwa protagonis mereka harus sempurna, selalu baik hati, dan tanpa cacat agar pembaca menyukainya. Faktanya, karakter yang terlalu sempurna justru membosankan dan nggak terasa nyata. Pembaca lebih suka karakter yang memiliki kelemahan, konflik internal, dan perkembangan. Karakter yang terasa manusiawi, dengan segala kekurangannya, jauh lebih menarik daripada karakter “sempurna” yang terasa seperti robot. Ini 5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi yang Shirei rasakan. Kayak… takut protagonisnya kalau sampai nyebelin. Takut pembaca mengambil hikmah yang salah. Namun, akhirnya, Shirei berpikir, ini balik ke tujuan menulis itu sendiri. Apakah meskipun protagnya ngeselin, dia bisa membawa hikmah positif bagi pembaca? Misal, kayak Fathiya – Labuhan Hati Antara Kau dan Dia , Si Fathiya ini bener-bener bikin pembaca maki-maki dia. Ahahah Namun, memang ada tujuan Shirei menulis demikian dan semoga benar-benar bisa membawa hikmah. Aamiin. Tips: Beri karakter utama kelemahan yang bisa mereka perjuangkan sepanjang cerita. Fokuslah pada perkembangan karakter: bagaimana mereka berubah dan tumbuh selama cerita berlangsung. Mitos 4: “Plot Harus Rumit untuk Membuat Novel Bagus” Kenyataannya: Plot sederhana yang dieksekusi dengan baik jauh lebih efektif. Banyak penulis percaya bahwa cerita mereka harus penuh dengan plot twist, subplot, dan konflik yang berlapis-lapis agar dianggap sebagai novel yang bagus. Namun, terlalu banyak elemen justru bisa membuat cerita terasa membingungkan dan kehilangan fokus. Beberapa novel terbaik sepanjang masa memiliki plot yang sederhana: The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway hanya menceritakan perjuangan seorang nelayan tua melawan ikan besar. Kalau nggak salah pernah dibahas juga di movie kesukaan Shirei, Equillizer 1.  To Kill a Mockingbird karya Harper Lee berfokus pada satu isu utama: keadilan dan diskriminasi. Yang membuat novel tersebut luar biasa bukan kerumitan plotnya, melainkan cara penulis menggali emosi dan konflik manusia dalam cerita mereka. Tip: Fokus pada satu konflik utama dan pastikan itu dieksplorasi dengan mendalam. Jangan takut untuk menyederhanakan cerita jika itu membantu pembaca lebih mudah terhubung. Mitos 5: “Inspirasi Itu Harus Ditunggu” Kenyataannya: Inspirasi muncul saat kamu mulai bekerja. Berapa kali kamu menunggu “mood” untuk menulis, tapi akhirnya malah tidak menghasilkan apa-apa? Menunggu inspirasi adalah salah satu mitos paling berbahaya bagi penulis. Penulis profesional tahu bahwa inspirasi bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Inspirasi adalah hasil dari disiplin. Ketika kamu menetapkan jadwal menulis yang konsisten, otakmu akan terlatih untuk menghasilkan ide meskipun kamu merasa tidak mood. Stephen King menulis setiap hari, bahkan ketika ia tidak merasa termotivasi. Menurutnya, menulis adalah pekerjaan, dan seperti pekerjaan lainnya, kamu harus melakukannya secara konsisten. Tip: Tetapkan target menulis harian, meskipun hanya 200 kata. Jika merasa buntu, tulislah apa saja yang ada di pikiran. Kadang, ide brilian muncul dari tulisan-tulisan kecil yang spontan, lhi! Kalau layar google doc putih bikin takut, buka kertas, dan coret-coret pakai tangan. Ini berhasil buat Shirei. Menulis novel adalah proses yang penuh tantangan, tapi itu tidak berarti kita harus terjebak oleh mitos-mitos yang tidak relevan. Menulis tidak membutuhkan aturan kaku, melainkan keberanian untuk bereksperimen dan berkembang. Tinggalkan mitos-mitos di atas, dan Insyaallah kita akan menemukan bahwa menulis novel bukan hanya tentang menciptakan karya, tapi juga tentang menikmati perjalanan kreatif itu sendiri. Apakah kamu masih percaya salah satu mitos di atas? Lalu bagaimana kamu mengatasinya?

5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi Read More »

5 kebiasaan buruk penulis yang bikin macet berkarya

5 Kebiasaan Buruk Penulis Pemula

Sampai sekarang, Shirei masih terus belajar soal menulis novel. Ada kebiasaan-kebiasaan yang harus Shirei akui, kadang masih Shirei lakukan padahal justru menghambat Shirei dalam berkarya. Namanya juga old habbit die hard, ya? Susah banget dihilangkan hal-hal demikian, tuh! Kadang kita tahu itu salah, tapi pada akhirnya tetap aja dilakukan. Jadi, Shirei bikin postingan ini sekaligus buat reminder diri sendiri kalau jangan sering-sering kumat. Sesekali boleh lah. Namanya juga manusia punya khilaf. Namun, kalau keseringan, takutnya malah nggak bisa berkarya sama sekali. Kan sayang, ya? Jadi, inilah : 5 Kebiasaan Buruk Penulis Pemula Menjadi seorang penulis adalah perjalanan yang menginspirasi, penuh tantangan, dan memerlukan ketekunan. Bagi pemula, ada banyak hal baru yang harus dipelajari. Namun, di balik semangat awal, banyak dari kita tanpa sadar mengadopsi kebiasaan yang justru menghambat kreativitas. Dalam artikel ini, kita akan membahas lima kebiasaan buruk yang sering ditemukan pada penulis pemula dan bagaimana cara mengatasinya.   1. Overthinking Plot Sampai Tidak Menulis Apa-apa Sebagai seorang penulis, merancang plot yang kuat dan menarik adalah salah satu tugas penting. Namun, sering kali penulis pemula menghabiskan terlalu banyak waktu memikirkan plot hingga akhirnya tidak menulis sama sekali. Kita terjebak dalam upaya menciptakan cerita sempurna sejak awal. Kita terus khawatir untuk mau ke tahap eksekusi. Coba bayangkan ini: kita sudah memiliki ide cerita yang bagus, tetapi takut menulis karena merasa belum cukup matang. Alhasil, ide tersebut hanya berputar-putar di kepala tanpa pernah dituangkan ke dalam tulisan. Padahal, “The first draft of anything is sh*t,” kata Ernest Hemingway. Saat ini, Shirei sendiri merasakan ini. Mungkin karena ada beban mental banget untuk menulis Prequel Deliverance – Dimensional Fugitive. Apakah cerita ini bisa diterima lebih baik dari pendahulunya, apa Shirei bsia nulis genre Sci-Fi, dll. Akibatnya, dari Desember 2023, sampai desember 2024, Shirei sampai rombak plot 4x. T_T Solusi: Fokus pada Draft Pertama Jangan takut untuk menulis draf pertama yang buruk. Biarkan ide mengalir tanpa harus sempurna. Anggap saja draf pertama sebagai fondasi kasar yang nantinya bisa diperbaiki melalui proses revisi. Ini Deliverance Shirei udah kelar 2x dan sekaranga khirnya rombak ulang nulis untuk kali yang ketiga. Mohon doanyaaaa agar lancar semuaaaaa….. Aamiin 2. Revisi Terus-Menerus Sebelum Menyelesaikan Naskah Ini adalah kebiasaan klasik lainnya. Banyak penulis pemula yang terlalu sering membaca ulang dan merevisi tulisan mereka sebelum selesai. Akibatnya, mereka tidak pernah mencapai bagian akhir cerita. Lha wong baru up satu bab, revisi lageee sampe capek. Sering peserta privat Shirei yang curhat seperti ini. Mengapa Ini Terjadi? Perfeksionisme menjadi alasan utama. Kita merasa bahwa setiap kalimat harus sempurna sebelum bisa melanjutkan ke paragraf berikutnya. Sayangnya, hal ini justru membuat mereka kehilangan fokus pada keseluruhan cerita. Solusi: Selesaikan Dulu, Baru Revisi Tetapkan tujuan untuk menyelesaikan naskah terlebih dahulu tanpa tergoda untuk merevisi. Setelah seluruh cerita selesai, kita dapat mendedikasikan waktu khusus untuk merevisi secara menyeluruh. 3. Terlalu Terpaku pada Aturan Teknis Menguasai teknik menulis itu penting, seperti struktur narasi, tata bahasa [EYD], dan gaya penulisan. Namun, jika terlalu terpaku pada aturan-aturan ini, penulis sering kali kehilangan spontanitas dan keunikan suara kita sendiri. Apa yang Sebenarnya Penting? Menulis adalah seni, bukan sekadar rangkaian aturan. Pablo Picasso pernah berkata, “Learn the rules like a pro, so you can break them like an artist.” Ini juga berlaku dalam menulis. Solusi: Prioritaskan Ide dan Emosi Alih-alih memikirkan apakah kita telah mematuhi semua aturan teknis, fokuslah pada bagaimana cerita kita dapat menyampaikan emosi dan pesan yang kuat kepada pembaca. EYD dan kalimat efektif bisa dipelajari dan diperbaiki seiring waktu. Cek artikel sebelumnya soal Bagaimana cara revisi ala Jessica Brody. 4. Membandingkan Diri dengan Penulis Lain Di era media sosial, mudah sekali membandingkan diri dengan orang lain, termasuk penulis lain yang terlihat lebih sukses atau produktif. Penulis pemula sering kali merasa tidak cukup baik setelah melihat pencapaian orang lain. Apalagi kalau view di platform segitu-segitu aja. Boro-boro ngarep dapat jutaan rupiah dari menulis. Pedih….. Mengapa Ini Berbahaya? Setiap penulis memiliki perjalanan yang unik. Membandingkan diri hanya akan menurunkan rasa percaya diri dan menciptakan keraguan. Anda mungkin merasa seperti tidak pernah cukup baik, meskipun sebenarnya kita telah membuat kemajuan besar. Solusi: Fokus pada Perjalanan Kita Sendiri Tulis jurnal atau catatan perkembangan untuk melacak kemajuan kita sebagai penulis. Rayakan setiap langkah kecil yang telah kita capai, seperti menyelesaikan satu bab atau menerima komen yang positif. Ingat … jangan berorientasi hasil, tapi fokus lah pada proses.  5. Menunda Menulis Hingga Inspirasi Datang Salah satu mitos terbesar dalam dunia menulis adalah bahwa kita harus menunggu inspirasi untuk mulai menulis. Kenyataannya, menulis adalah tentang disiplin, bukan sekadar inspirasi. Kata Bijak dari Ahli Stephen King, salah satu penulis paling produktif di dunia, mengatakan, “Amateurs sit and wait for inspiration, the rest of us just get up and go to work.” Menunda menulis hanya karena merasa tidak cukup terinspirasi adalah resep terbaik untuk tidak pernah menulis. Ahahah Jadi, jangan ditiru, yaaa! Meski kita nggak mood, nggak ada ide, kita bisa googling, nonton, atau membaca buku untuk mencari inspirasi. Ingat, bukan plagiasi, ya! Solusi: Jadwalkan Waktu Menulis Tetapkan waktu khusus setiap hari untuk menulis, meskipun hanya 15 menit. Dengan konsistensi, kita akan menemukan bahwa inspirasi sering kali muncul saat kita mulai bekerja. Mengapa 5 Kebiasaan Buruk Penulis Pemula Ini Penting Dihindari Semua kebiasaan ini memiliki satu kesamaan: mereka adalah penghalang yang membatasi kreativitas dan produktivitas. Menulis adalah proses yang tidak sempurna dan kesalahan adalah bagian dari perjalanan itu. Semakin cepat kita menerima hal ini, semakin bebas kita untuk bereksperimen dan tumbuh sebagai penulis. Harus diakui, ketika melempar sebuah karya ke masyarakat, kita mau tidak mau harus siap mendapatkan bintang satu dari lima. Pedih? PASTI! Shirei juga mengalami itu. Namun, ingat, jangan menjadikan hal itu sebagai penghalang kita berkarya. Jadikan itu semacam cambuk agar kita berkarya lebih baik di karya berikutnya. Memang karya itu tidak bisa kita ubah [jika terbitnya cetak atau di platform premium yang terkunci tidak bisa diedit lagi]. Akan tetapi, kita bisa melangkah maju untuk karya berikutnya. Lupakan saya keinginan untuk memperbaiki karya yang sudah belalu. Fokus pada masa depan. Ini yang berusaha selalu Shirei inget. Ya, meski jujur tetep sedih kalau kena bintang di bawah

5 Kebiasaan Buruk Penulis Pemula Read More »

3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody

3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody

Agak kaget pas Shirei di Wattpad, beli paid story, tapi isinya kayak belum diedit. Vibe genre ceritanya berubah-ubah dari depan sampai akhir. Memang populer dengan jutaan view, tapi EYD-nya masih ada yang salah. Meski harus diakui, ceritanya lumayan seru, tapi Shirei percaya masih bisa lebih dipoles lagi. Shirei paham banget kalau di Wattpad tuh kita nulis sendirian, tanpa editor. Kadang, sesempetnya nulis, langsung kita unggah. Apalah itu revisi? Yang baca aja belum tentu ada. Shirei pun menjadikan Wattpad sebagai tempat untuk meletakkan draft pertama. Hanya cerita awal yang masih mentah banget. Habis itu baru pelan-pelan direvisi. Syukur kalau dapat koreksi dari pembaca. Baru deh dibenerin di Google Docs-nya. Jadi, bisa dikatakan, kalau jadi buku, cerita Shirei bakalan beda dari yang di Wattpad. Nah, sekarang, Shirei mau berbagi 3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody Jessica Brody, seorang penulis dan mentor menulis terkenal, memperkenalkan teknik revisi novel yang terstruktur dan efektif melalui pendekatan tiga level editing: macro editing, scene editing, dan line editing. Teknik ini cocok untuk meningkatkan kualitas naskah, termasuk di platform populer seperti Wattpad. Berikut ini, Shirei akan membahas cara mengimplementasikan tiga level editing untuk novel Wattpad dan platform menulis lain. Apa Itu Tiga Level Editing? Sebelum masuk ke langkah-langkah detail, penting untuk memahami konsep tiga level editing ini: Macro Editing: Memperbaiki elemen besar seperti plot, struktur cerita, dan pengembangan karakter. Scene Editing: Meninjau setiap adegan untuk memastikan keberlanjutan cerita dan dampak emosionalnya. Line Editing: Memoles setiap kalimat untuk memperbaiki gaya bahasa, tata bahasa, dan kejelasan. Ketiga level ini memberikan pendekatan bertahap untuk memastikan novel kita menjadi karya terbaik sebelum diterbitkan. Tips Revisi Novel Wattpad dan Platform Menulis Lain dengan Macro Editing   Evaluasi Struktur Cerita Macro editing adalah langkah awal untuk memastikan fondasi cerita kita kuat. Gunakan pertanyaan berikut sebagai panduan: Apakah konflik utama menarik dan jelas? Apakah setiap karakter memiliki motivasi yang konsisten? Apakah alur cerita bergerak dengan logis? Jessica Brody merekomendasikan menggunakan kerangka “Save the Cat” untuk mengevaluasi plot kita. Setiap bab harus memiliki tujuan yang jelas dalam keseluruhan cerita. Ada di Udemy dan bsia beli bukunya kalau mau detailnya. Shirei juga buka kelas rangkumannya buat teman-teman yang tidak sempat membaca buku tebal atau menonton kelasnya yang berdurasi berjam-jam. Ciptakan Karakter yang Hidup Karakter yang realistis adalah kunci menarik pembaca. Dalam revisi macro, fokus pada: Backstory: Pastikan setiap karakter memiliki latar belakang yang memengaruhi tindakan mereka. Arc Karakter: Apakah mereka mengalami perkembangan sepanjang cerita? Di Wattpad juga platform menulis lain, pembaca menyukai karakter yang relatable. Pastikan karakter utama Anda memiliki kelemahan yang membuat mereka manusiawi. Scene Editing untuk Novel di Wattpad dan Platform Menulis Lain Setelah memperbaiki fondasi cerita, masuklah ke setiap adegan. Scene editing adalah tentang memastikan setiap momen dalam cerita memberikan dampak yang maksimal. Pertanyaan Kunci untuk Scene Editing Apakah adegan ini mendukung alur utama? Jika tidak, pertimbangkan untuk menghapus atau mengubahnya. Apakah adegan memiliki konflik yang menarik? Konflik tidak harus besar, tetapi harus relevan. Apakah dialog terasa alami? Pembaca Wattpad sering mengomentari dialog. Pastikan karakter berbicara seperti manusia nyata, tidak kaku ala textbook. Bangun Ketegangan Emosional Deskripsi Sensorik: Libatkan indera pembaca. Cliffhanger: Akhiri bab dengan kejutan untuk menarik pembaca Wattpad membaca bab berikutnya. Apalagi kalau kita update-nya cuma sekali seminggu. Biar tetap menjaga hype terhadap cerita. Line Editing: Polesan Akhir untuk Novel Wattpad Tahap ini adalah penyempurnaan akhir. Line editing memastikan novel Anda bebas dari kesalahan teknis dan memiliki gaya penulisan yang menarik. Dari 3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody, bagi Shirei, ini yang paling mudah. Selama cerita sudah solid, perbaikan EYD dan diksi akan terasa ringan. Perhatikan Pilihan Kata [Diksi] Jessica Brody menekankan pentingnya menggunakan kata-kata yang spesifik dan kuat. Hindari klise dan pastikan setiap kata memiliki tujuan. Kadang, kita terlalu ingin nyastra, tapi malah kesan yang didapat pembaca berbeda. Bukan larangan menggunakan diksi puitis, tapi harus pandai-pandai menempatkannya. Perbaiki Tata Bahasa Kesalahan kecil seperti tanda baca atau ejaan dapat mengganggu pengalaman membaca. Meski bukan naskah jadi, typo di Wattpad sebaiknya dihindari sebaik mungkin. Terlalu banyak typo dan EYD yang salah, akan berdampak besar dalam kenyamanan pembaca. Sayang kalau sampai ditinggal pembaca gara-gara typo, kan? Tingkatkan Flow Penulisan Gabungkan kalimat pendek dan panjang untuk ritme yang menarik. Pastikan transisi antar kalimat dan paragraf terasa mulus. Tools Pendukung untuk Revisi Novel Wattpad dan Platform Menulis Lain Software Editing Google Docs : Enak ada garis merah kalau salah. Tapi, kadang masih salah sih tandanya. Gampang share file sama teman dan beta reader. KBBI : Membantu mencari cara penulisan yang tepat Tesaurus: Meningkatkan diksi penulisan. Feedback dari Komunitas Gunakan Wattpad atau platform seperti Reedsy untuk mendapatkan masukan dari pembaca dan penulis lainnya. Revisi adalah kunci untuk mengubah draf kasar menjadi novel yang layak terbit. Dengan tiga level editing ala Jessica Brody, kita dapat meningkatkan kualitas novel secara signifikan, baik di Wattpad maupun platform menulis lainnya. Semoga ini bisa membantu teman-teman, dan jangan lupa untuk terus belajar dari masukan pembaca! 3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody

3 Cara Merevisi Novel Wattpad ala Jessica Brody Read More »

5 Cara Membuat Karakter Novel yang Hidup dan Kuat

7 Cara Membuat Karakter Novel yang Hidup dan Kuat

Pernah nggak sih kita tuh ngefans banget sama tokoh fiksi? kayak Shirei yang nggak bisa lupa sama Hokuto meski udah uhuk … hampir 30 tahun sejak 1998. Yang tahu, berarti kita seangkatan. lol Ada juga karakter game yang saat ini lagi heboh-hebohnya di dunia maya. Bukankah Sylus dari Love and Deepspace menggetarkan hati banyak wanita? Apalagi dia lagi berdarah! [Itu sih Shirei doank yang demen] Ahahaha   Sebenernya, nggak cuma tokoh yang kelihatan bentukannya kayak dari anime, game atau film. Bahkan dari novel pun, kita bisa jatuh cinta, kan? Contohlah SNAPEEE! Shirei udah naksir sejak di buku. Terus… pas nongol castnya, Shirei yang…. KAMU KEGANTENGAN!!! Ahahahahah Menciptakan karakter fiksi yang hidup dan menarik adalah seni tersendiri dalam menulis novel. Karakter yang kuat dan relatable dapat membawa pembaca masuk ke dalam cerita, membuat mereka merasa terhubung, dan terus membaca hingga halaman terakhir. Dalam artikel ini, kita akan membahas cara-cara menciptakan karakter fiksi yang tak hanya menarik, tetapi juga hidup di benak pembaca. Karakter adalah jiwa dari sebuah cerita. Mereka adalah penggerak konflik, pelopor perubahan, dan medium bagi pembaca untuk mengalami kisah kita. Tanpa karakter yang kuat, cerita kita bisa terasa datar, bahkan membosankan. Karakter yang hidup bukan hanya soal deskripsi fisik atau kepribadian. Mereka harus memiliki kedalaman, motivasi, dan konflik internal maupun eksternal yang menjadikan mereka nyata. Gimana nggak kepengin ketika kita sudah tiada, karakter yang kita buat membawa kebaikan bagi para penggemarnya. Jadi pahala jariyah, kan? Jadi, pernahkah kita membaca novel yang membuat kita benar-benar merasa seperti mengenal karakternya secara langsung? Itu bukan kebetulan! Itu adalah hasil dari perencanaan matang dan eksekusi yang baik dalam menciptakan karakter fiksi. 7 Cara Membuat Karakter Novel yang Hidup dan Kuat   1. Kenali Karakter Anda Secara Mendalam Sebelum menulis, kenali karakter yang kita buat, seperti mengenal sahabat. Buatlah profil lengkap, mulai dari nama, usia, penampilan, hingga latar belakang kehidupan mereka. Kita bisa menggunakan template sederhana seperti: – Nama: – Umur: – Pekerjaan: – Motivasi: – Ketakutan terbesar: Dengan memahami detail ini, kita dapat menulis karakter yang terasa realistis. Misalnya, karakter yang trauma di masa kecil mungkin memiliki sikap defensif atau cemas dalam situasi tertentu. Kalau bingung gimana membuat karakter dari nol, kita bisa riset terlebih dahulu. Masih bingung cara riset? Shirei sudah buatkan post 5 Tips Riset Menulis Novel yang Hemat Waktu  2. Beri Mereka Motivasi dan Tujuan Motivasi adalah alasan mengapa karakter melakukan sesuatu. Apa yang mendorong mereka? Apakah mereka mencari kebahagiaan, cinta, atau balas dendam? Kayak kita menulis novel, punya tujuan. Nah, tujuan ini yang menjadi bahan bakar kita terus menulis. Sebagai contoh, jika tokoh utama kita ingin membuktikan dirinya kepada keluarganya, maka tindakan dan pilihan yang ia ambil sepanjang cerita akan konsisten dengan motivasi ini. Hal ini juga membantu menciptakan konflik cerita yang menarik.   3. Ciptakan Konflik yang Relatable Konflik adalah bahan bakar cerita. Tanpa konflik, cerita kita akan terasa datar. Konflik bisa berasal dari: – Konflik internal : Pergulatan batin karakter dengan dirinya sendiri. – Konflik eksternal: Masalah yang datang dari luar, seperti orang lain atau lingkungan. Misalnya, seorang karakter yang ingin sukses di kariernya mungkin harus berhadapan dengan bos yang manipulatif atau rekan kerja yang iri. Meskipun genrenya fantasi, konfliknya tetap bisa relatable. Seperti Snape dengan patah hati seumur hidupnya. Ugh….. 4. Tampilkan Karakter Melalui Tindakan, Bukan Hanya Deskripsi Alih-alih mengatakan bahwa karakter kita adalah “pemberani,” tunjukkan melalui tindakan. Misalnya, karakter bisa menyelamatkan seseorang dari bahaya tanpa berpikir panjang. Jangan pernah berpikir kalau pembaca itu tidak cerdas. Mereka bisa kok menyimpulkan bagaimana karakter yang kita buat hanya dari tindakannya. Menurut shirei, dari 7 Cara Membuat Karakter Novel yang Hidup dan Kuat, tips nomor empat ini yang paling sulit dilakukan.  Show don’t tell sering kita dengar, tapi praktiknya tidak semudah itu. Kadang malah bikin writer block. Namun, jangan cemas. Shirei juga sudah bikin 5 Cara Mengatasi Writer Block. Jadi, meski sulit, menurut Shirei cara ini lah yang membuat pembaca merasa lebih terlibat dengan cerita dan karakter. 5. Buat Dialog yang Natural Dialog adalah salah satu cara terbaik untuk menunjukkan kepribadian karakter. Pastikan dialog terdengar alami dan sesuai dengan kepribadian serta latar belakang karakter kita. Jika karakter kita adalah remaja, gunakan bahasa yang santai dan kekinian. Jika ia seorang profesor, tambahkan nuansa formal dalam dialognya. Ini contoh dua orang yang punya latar belakang pendidikan baik dan baru bertemu dan malu-malu. [ Asam Garam Asa dan Gara  by Shireishou ]    6. Tambahkan Flaws (Kelemahan) Karakter yang terlalu sempurna bisa terasa membosankan. Tambahkan kelemahan yang membuat karakter kita terasa lebih manusiawi. Misalnya, seorang detektif genius tetapi memiliki masalah kecanduan alkohol. Atau CEO tajir melintir, ganteng, tapi phobia pakai jas misalnya. Kebayang gimana dia harus berjuang menghandiri pesta dan rapat penting? Shirei ada karakter CEO absurd. Logic-nya minus khususnya di urusan percintaan. Lawak jadinya. 7. Berikan Karakter Perkembangan Perkembangan karakter adalah perjalanan emosional atau psikologis yang dialami karakter sepanjang cerita. Karakter yang hidup adalah karakter yang berubah seiring cerita. Misalnya, seorang tokoh pemalu mungkin belajar untuk percaya diri melalui tantangan yang ia hadapi. Memang harus diakui, karakter-karakter yang sempurna tuh banyak yang naksir. Contohlah di vampir apa itu lupa namanya. Kabarnya dia gary stu. Atau CEO-CEO Wattpad juga banyak yang sempurna tanpa kelemahan. Tinggal kita yang memilih apakah kita harus membuat yang sempurna, atau memang membiarkan karakter kita berkembang seperti kisah pada umumnya. Kayak  karakter fiksi populer seperti Elizabeth Bennet dari *Pride and Prejudice*. Elizabeth memiliki kepribadian yang kuat, kecerdasan yang tajam, tetapi juga kelemahan berupa prasangka yang sering mengaburkan penilaiannya. Ini membuatnya terasa nyata dan relatable. Kalau masih bingung cara menggabungkan semua tips Shirei, jangan lupa baca 7 Cara Lengkap Menulis Novel untuk Pemula, ya! Nah, demikianlah 5 Cara Membuat Karakter Novel yang Hidup dan Kuat Kalau masih ada yang mau ditanyakan, silakan komen, ya. Bagaimana? Apakah postingan ini membantu? Jika ya, yuk bagikan tips ini dengan teman-teman penulis dan mulailah menciptakan karakter yang akan dikenang sepanjang masa! YAY!  

7 Cara Membuat Karakter Novel yang Hidup dan Kuat Read More »

5 Tips Riset Menulis Novel yang Hemat Waktu

5 Tips Riset Menulis Novel yang Hemat Waktu

Sering penulis galau gimana sih cara buat riset, tapi nggak buang-buang waktu? Kadang kita terlalu sibuk untuk riset sana-sini, tapi ternyata malah nggak semua masuk. Buanyak hasil riset yang akhirnya malah nggak kepakai. Masih mending kalau bisa disimpan. Yang fatal, kalau akibat terlalu bersemangat dalam mencari riset, capek duluan pas mau nulisnya. Akibatnya, malah nggak jalan novelnya. Kan ambyar, tuh! Harus diakui, riset itu krusial banget terutama buat kita yang nggak punya banyak pengalaman. Rasanya bosen kalau memang ceritanya sekadar yang kita tahu saja. Karena itu riset super amat sangat penting. Nah, di sini lah Shirei mau membahas 5 Tips Riset Menulis Novel yang Hemat Waktu 1. Pahami Ide Cerita  Riset biasanya jadi makan waktu, kalau kita nggak ada bayangan mau nulis apa. Akibatnya jadi melebar banget risetnya. Ke mana-mana banget. Karena kita belum tahu apa yang kita butuhkan. Ibarat kita mau ke supermarket, tapi nggak bawa daftar belanjaan. Akibatnya, kan malah bingung muter-muter nggak tahu mau belanja apa. Nah, mencegah supaya kita nggak muter-muter nggak keruan, kita harus tahu ide ceritanya. Genrenya, lokasi, teknologi, dll Misal, kalau mau bikin historical romance. Shirei kudu mikir dulu enaknya mau ambil seting mana, negara mana. Misal, untuk cerita Shirei yang My Lovers is a Beast, ini ambil zaman Viking. Jadi nggak usah nyari zaman medieval lainnya. Fokus ke viking era aja. Atau misal, Shirei mau idenya di Italia untuk Amore in Sardegna. “Riset yang baik adalah landasan dari cerita yang hidup.” 2. Pahami Setting Cerita  Setelah kebayang misal, kayak contoh Shirei tadi pengin bikin di Italia untuk Amore in Sardegna, waktu kira-kira 90-an, saatnya riset untuk seting.  Nah, setting seperti ini yang harus dipikirin lagi, yang cocok sama ide cerita kita yang mana, sih? Misal, butuhnya seting pantai kah, seting gunung kah? Setingnya tahun kapan? Masa lalu, kasa kini, atau mungkin masa depan? Telusuri buku, artikel, atau dokumentasi lain terkait latar tersebut. Jika setting fiksi, buat kerangka dunia berdasarkan inspirasi dunia nyata. Kayak misal, di kota Jakarta, tapi kecamatannya fiksi, ya boleh. Mirip kayak beika city di Jepang.  3. Kenali Karakter  Siapa bilang riset cuma untuk setting? Riset karakter juga penting, lho! Lakukan riset tentang pekerjaan, budaya, atau kepribadian karakter juga. Jangan disepelekan. Jangan sampai karakternya dokter, tapi lokasi IGD aja nggak tahu.  Kalau bisa wawancara langsung maka akan sangat bagus. Misalnya, berbincang dengan dokter untuk karakter dokter. Namun, kalau nggak bisa, ya, bisa simak Tiktok, Youtube, Reels dari dokter-dokter yang kerap berbagi insight. Ambil yang sesuai sama novel kita. 4. Pakai Sumber Terpercaya Baca jurnal, buku, dan sumber terpercaya. Hindari hanya mengandalkan Wikipedia. Kalau bisa datengin sih, alhamdulillah. Namun, udah banyak koik review-review kota. Salah satu cara Shirei untuk menjelaskan rasa makanan yang belum pernah Shirei makan ya juga begitu. Dari  5 Tips Riset Menulis Novel yang Hemat Waktu ini yang memang agak sulit. Soalnya di era internet, memilah mana sumber terpercaya dan tidak itu semakin sulit. Apalagi banyak AI. Dan jangan lupa, AI nggak sepenuhnya tepat, ya! 5 . Uji dan Validasi Pernah kan kita menyelidiki dua website ternyata hasilnya nggak sama bahkan bertolak belakang. Nah, tujuan kita untuk mengiji dan memvalidasi tulisan ya itu. Agar riset yang kita ambil tidak salah. 5  Tips Riset Menulis Novel yang Hemat Waktu Dengan mengikuti langkah-langkah ini, kita tidak hanya memperkaya cerita, tetapi juga memberikan pengalaman membaca yang autentik dan menyenangkan bagi audiens. Selamat menulis!

5 Tips Riset Menulis Novel yang Hemat Waktu Read More »

error: Maaf, tidak diperkenankan klik kanan. Tautan akan terbuka langsung ke halaman baru.
Scroll to Top