Halo, teman-teman!
Pernahkah kamu membaca sebuah puisi atau cerpen yang sengaja menabrak aturan penulisan? Kata-kata yang sengaja ditulis tidak baku, atau tanda baca yang dihilangkan untuk menciptakan ritme tertentu. Saat menghadapinya, pertanyaan klasik pasti muncul: Bolehkah melanggar EYD demi seni?
Pertanyaan ini bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, EYD (Ejaan yang Disempurnakan) hadir untuk menciptakan keseragaman dan memudahkan pemahaman. Di sisi lain, seni, termasuk sastra, sering kali lahir dari keberanian untuk keluar dari pakem. Sebelum kita memutuskan, mari kita telusuri dulu kedua sudut pandang ini.
—
EYD sebagai Fondasi Dasar yang Kuat
Sebenarnya, EYD bukanlah musuh kreativitas. Justru, penguasaan terhadap aturan utama ini adalah fondasi yang membuat sebuah karya tulis bisa dinikmati banyak orang dengan mudah. Jangan memikirkan kalau EYD dan KBBI justru menjadi penghalang. Karena mengedit beda dengan menulis.
– Penanda Profesionalisme: Penggunaan EYD yang baik menunjukkan bahwa penulis menghargai bahasanya sendiri dan serius dengan karya yang dibangun.
– Meminimalisir Ambiguitas: Tanda baca dan penulisan yang tepat mencegah kesalahpahaman. Contoh sederhana, koma yang tertinggal bisa mengubah makna seluruh kalimat.
– Alat Komunikasi yang Efisien: EYD memastikan pesan penulis tersampaikan dengan jelas kepada pembaca dari berbagai latar belakang.
Pada intinya, EYD adalah kesepakatan bersama agar kita bisa “berbicara” dalam bahasa yang sama melalui tulisan. Terus, di mana ruang untuk seni?
—
Ketika Seni Meminta Kebebasan Berekspresi
Di lain pihak, sastra dan tulisan kreatif seringkali bukan sekadar soal menyampaikan informasi, tetapi juga tentang menciptakan pengalaman. Di sinilah argumen untuk melanggar EYD demi seni muncul.
“Aturan dibuat untuk dipahami, bukan selalu untuk diikuti. Seorang seniman sejati tahu kapan waktunya taat dan kapan waktunya memberontak.”
Beberapa alasan kuat mendukung pandangan ini:
—
Menemukan Titik Temu: Pelanggaran yang Disengaja vs. Kesalahan
Inilah kunci dari seluruh perdebatan ini: niat dan kesadaran.
– Pelanggaran yang Disengaja (Intentional Breaking): Seorang penulis yang mahir memilih untuk melanggar EYD demi seni. Dia mengetahui aturannya dengan baik, memahami konsekuensinya, dan dengan sengaja memutuskan untuk menabraknya untuk mencapai efek artistik tertentu yang tidak bisa dicapai dengan aturan baku. Ini adalah pilihan strategis.
– Kesalahan (Error): Seorang penulis pemula yang belum menguasai EYD membuat kesalahan penulisan. Ini bukan pilihan artistik, melainkan ketidaktahuan. Kurang belajar.
Jadi, jawaban dari “Bolehkah melanggar EYD demi seni?” sangatlah kontekstual.
Ibaratnya, seorang koki profesional yang sengaja tidak memakai takaran pasti untuk menciptakan rasa autentik, berbeda dengan orang yang baru belajar masak yang tidak tahu takaran yang benar. Yang pertama adalah seni, yang kedua adalah Shirei yang lagi masak di dapur [eh].
Ada beberapa situasi di mana menyimpang dari EYD bisa punya alasan estetis atau naratif yang valid:
Ps : stilistika adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa dalam sebuah karya sastra, yang berfokus pada cara penggunaan bahasa secara khas untuk menciptakan efek tertentu.
Namun, yang harus diingat, pilihan tersebut harus sadar dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan sekadar “cuek aturan” karena malas mengedit.
Sebelum sengaja melanggar EYD, tanyakan pada diri sendiri beberapa hal:
Kuasai Aturannya Sebelum Memberontak
Jadi, apakah melanggar EYD demi seni diperbolehkan? Jawabannya adalah ya, dengan satu syarat mutlak: kita harus menguasai aturannya terlebih dahulu.
Dengan memahami EYD secara mendalam, pilihanmu untuk melanggarnya bukan lagi didasari oleh ketidaktahuan, melainkan oleh visi artistik yang jelas. Pemberontakan yang didasari pengetahuan akan terasa powerful dan bermakna, sementara pemberontakan yang berasal dari kebodohan hanya akan terlihat ceroboh.
Jadi, tugas kita sebagai penulis adalah: Teruslah belajar dan menghormati bahasa dengan menguasai EYD. Setelah itu, percayalah pada insting senimu untuk mengetahui kapan aturan itu bisa ditundukkan untuk melayani cerita dan emosi yang ingin kamu sampaikan.
Bagaimana pendapatmu? Apakah kamu pernah sengaja melanggar EYD dalam tulisannya? Ceritakan pengalamanmu di kolom komentar, yuk! Mari berdiskusi dengan santai.
Modus Penipuan Penjualan Buku Preloved Akhir-akhir ini, Shirei lihat banyak banget korban penipuan buku…
Reading for Healing: Cara Membaca Untuk Terapi Antistres. Shirei akan bahas lengkap di artikel ini
5 Strategi Mengatasi Imposter Syndrome Hai! Coba jujur sama diri sendiri: Pernahkah kamu merasa, "Kok…
5 Strategi Menulis Review Buku di Instagram & TikTok yang Bikin Follower Kepo Halo,…
6 Cara Penulisan Angka dan Bilangan dalam Novel sesuai EYD 2025 Penulisan angka dalam novel…
This website uses cookies.