Tutorial

5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa

Bab yang paling sering Shirei revisi adalah bab pertama. Entah itu PROLOG atau BAB 1.

Kenapa?

Karena di bab awal inilah kita harus mampu membuat pembaca tertarik membaca. Oke, memang blurb juga berpengaruh, tapi saat ikutan lomba novel, bab 1-3 biasanya termasuk yang dinilai. Jadi, jangan ragu untuk membuang bab pertama novel kita jika memang dirasa perlu.

5 Alasan Mengapa Pembaca Lebih Suka Langsung Disiksa

Kita kadang mendengar bahwa pace yang slow burn lebih mudah dinikmati pembaca. Mulai dengan deskripsi pemandangan, latar belakang tokoh, atau flashback masa kecil. Memang ini masalah selera, ya?

Namun, coba kita amati: Berapa banyak novel bestseller yang benar-benar diawali dengan adegan kalem?

The Hunger Games langsung lempar kita ke hari Reaping.

Da Vinci Code buka dengan mayat ‘polos’ di Louvre. Dan novel-novel thriller laris manis itu—mengejutkan sejak halaman 1.  

Tentu kita tidak bisa berkata bahwa SEMUA seperti itu. Masih banyak juga novel best seller yang openingnya teduh. Namun, apa sampai 3 bab isinya kalem? Agatha Christie biasanya tokoh utama langsung terlibat kasus di bab pertama.

Kok bisa begitu?

Karena banyak pembaca zaman sekarang bukan penikmat teh yang sabar. Mereka penyuka rollercoaster yang ingin langsung dicekik konflik, dibanting ke tembok, lalu ditanya: “Mau bertahan atau kabur?”

Ini ajaran yang sering Shirei dapat dari mentor-mentor Shirei. Dan inilah 5 alasan mengapa kita harus menyiksa pembaca sejak kalimat pertama—bukan malah menyajikan mereka sup ayam hangat.  

1. Pembaca Bukan Kritikus Sastra—Mereka Pemburu Keseruan

Bayangkan ini:  

– Seorang ibu rumah tangga sedang istirahat dari pusing mengatur keuangan rumah tangga. 

– Seorang mahasiswa stres menunda skripsi.  

– Seorang karyawan bosan sepulang kerja.  

Apa yang mereka cari di novel? Pelarian! Bukan puisi tentang daun yang gugur.  Ini juga mungkin alasan works puisi Shirei jarang ada yang baca. Sedih, tapi ya gimana. Penikmat puisi memang tidak seramai cerita-cerita yang menyuguhkan keseruan. 

“Tapi, aku mau menulis opening yang tenang!”

Tenang. Buku-buku sastra pemenang penghargaan pun, meski bahasanya tenang, tapi tetap dimulai dengan konflik.

Contoh:  

– “Hari itu ibunya bunuh diri.” — Laskar Pelangi (Andrea Hirata).  

– “Aku dengar suara jeritan dari kamar mandi.” — Perahu Kertas (Dee Lestari).  

Shirei sendiri menggunakan opening macam ini beberapa kali.

  • “Ingin mati saja.” – Eyenomaly
  • “Aku ingin jadi tuli.” – Menjemput Pulang

Berasa bedanya, kan, dengan thriller?

Mereka tetap menghantam pembaca dengan emosi kuat di halaman pertama—bedanya, pukulannya pakai sarung tangan beludru. Tetap ber-damage, tapi lembutan dikit. lol

2. Algoritma Pembaca Online Itu Kejam

Kita hidup di era sample chapter dan penuhnya cerita gratis di platform kepenulisan. Saat calon pembaca meng-klik blurb, mereka hanya baca 1-3 bab pertama. Jika tidak ada darah, air mata, atau ledakan di halaman itu—goodbye pembaca. 

Kalau mau coba disurvey, 

–  Banyak pembaca mengaku skip bab 1 jika tidak ada ketegangan dalam 500 kata pertama.  

– Novel dengan kalimat pembuka provokatif punya conversion rate 2x lebih tinggi di e-commerce.  

Solusinya:

– Hapus semua deskripsi cuaca di halaman 1.  

– Ganti prolog dengan adegan yang membuat pembaca bertanya, “Apa-apaan ini?!”

  Contoh: “Mayat itu tersenyum. Aneh—jenazah seharusnya tidak bisa memegang pisau daging.”

3. Tokoh Akan Terlihat Lebih Manusiawi Saat Kacau

Character development itu penting, tapi jangan dikira pembaca mau berkencan dulu dengan tokoh kita. Kasih mereka alasan untuk peduli—sebelum tokoh kita sempat memperkenalkan diri.

Contoh:  

– Daripada menceritakan Nunu sangat suamiable, langsung tampilkan Nunu memasak untuk kemenakan yang diasuhnya. [Titik Buta – Shireishou]

Dengan begitu, pembaca langsung tahu si Nunu :  

– Tidak patriarki yang negatif 

– Jago masak 

– Sayang keluarga.  

Simple. Cuma scene memasak, tanpa perlu monolog 3 halaman!

4. “Misteri adalah Candu—Bukan Romansa

Kita manusia spoiler-driven [ada ga sih istilah ini?]. Kita rela begadang baca novel cuma untuk tahu: Siapa pembunuhnya? Apakah mereka akan selamat? Apa maksud adegan kucing hitam di bab 1 itu? dll.

Namun, misteri hanya bekerja jika ditanamkan sejak awal.

Contoh :  

– Kenapa barang yang seharusnya hanya diketahui Badan Intelegen Negara, bisa ada di tas berisi narkoba? → Memicu pertanyaan: Barang apa? Kenapa di sana? Apa hubungannya dengan narkoba? [TITIK BUTA]

– Pesan itu hanya berisi koordinat GPS dan dua kata: ‘Istrimu di sini.’ → Memicu rasa ingin tahu: Apa istrinya masih hidup? Apa yang ada di lokasi GPS? Siapa yang melakukannya [ASAM GARAM ASA DAN GARA]

Jangan buang waktu dengan pengantar. Lempar saja bom pertanyaan—biar pembaca yang kepo memicu ketagihan.

 

5. Pembaca Kadang Butuhnya Misuh

Konflik adalah nyawa cerita. Namun, konflik terbaik bukanlah perang besar di akhir cerita—melawan diri sendiri, pacar yang selingkuh, atau deadline kerja.  

Konflik terbaik adalah musuh yang muncul di halaman pertama.

Dan musuh, nggak selalu tentang antagonis jahat perusak dunia, ya!

Contoh:  

– Surat penolakan bewasiswa ke Jepang membuat impiannya kandas. → Musuh: kegagalan.   [Menjemput Pulang – Shireishou]

– Ada mayat di ruang kerjaku. → Musuh: misteri dan ancaman akan menjadi tersangka. 

Musuh awal = seolah menjadi janji pada pembaca: “Novel ini Insyaallah akan seru, aku tidak bohong.”

Jadi, biarkan pembaca misuh tentang betapa kesalnya mereka sama antagonis atau bahkan protagonis cerita kita. Biarkan mereka puas untuk membaca alur cerita kita.

—–

Jadi, Harus Mulai dari Mana?

  1. Hapus bab pertama yang kamu tulis tahun lalu.
  2. Tanya diri sendiri: Adegan paling brutal/misterius/bikin kepo di novelku ada di mana?
  3. Ambil adegan itu, taruh di halaman 1.
  4. Edit sisanya biar nyambung.

Kita bukan penulis yang kejam—kita hanya memberi pembaca apa yang mereka mau: cerita yang menyiksa, tapi bikin nagih.

Sudah siap menyiksa pembaca?

[Postingan ini bakal kena semprit google ga, ya?] Ahahahah

 

Shireishou

Recent Posts

3 Alasan Kenapa Novel Kita Gak Laku? Bukan Selalu Karena Jelek, lho!

Pernah nggak sih, kamu merasa novelmu sudah bagus, tapi kok sepi peminat? Atau mungkin, kamu…

1 week ago

6 Cara Membuat Latar dan Suasana dalam Novel

Dapat request dari teman di KLIP [Kelas Literasi Ibu Profesional]. Semoga bermanfaat, ya! Mendeskripsikan latar…

2 weeks ago

5 Mitos Membuat Novel yang Harus Dijauhi

Menulis novel kadang dianggap pekerjaan kreatif yang penuh aturan baku. Banyak penulis pemula terjebak dalam…

3 weeks ago

5 Alasan Jangan Menulis untuk SEO

Dalam dunia blogging, ada satu nasihat yang sering terdengar: "Buat artikel yang SEO friendly dan…

1 month ago

5 Kebiasan Penulis Gagal yang Jangan Ditiru

Kamu nggak pengin kejebak di 5 Kebiasan Penulis Gagal yang Jangan Ditiru, kan? Di postingan…

1 month ago

5 Alasan Blog Sepi Pengunjung dan Solusi Cerdasnya

Pengin tahu 5 Alasan Blog Sepi Pengunjung? Shirei punya solusi cerdas masalah ini. Yuk, disimak…

1 month ago

This website uses cookies.